Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan perairan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, Bali, sebagai kawasan konservasi perairan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/2014.
"Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ini merupakan respon pemerintah pusat atas komitmen pemerintah daerah yang sangat baik dalam upaya menyelamatkan sumber daya laut di wilayah Kabupaten Klungkung, khususnya perairan Nusa Penida dan Nusa Lembongan," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo usai meresmikan Kawasan Konservasi Perairan Taman Wisata Perairan Nusa Penida dalam rangkaian Festival Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, Senin (9/6).
Nusa Penida adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Bali yang dipisahkan oleh Selat Badung. Pulau-pulau kecil selain Nusa Penida yaitu Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan dengan lokasi berdekatan. Memang dalam rangka perayaan Coral Day 9 Juni (atau sehari setelah peringatan World Ocean Day pada 8 Juni), pemerintah daerah menyelenggarakan Festival Nusa Penida yang dipusatkan di pulau Nusa Penida.
Sharif menjelaskan, taman wisata perairan seluas 20.057 hektare itu memiliki terumbu karang sekitar 1.419 hektare—dengan 296 jenis karang dan 576 jenis ikan, dan merupakan bagian dari kawasan segitiga terumbu karang dunia yang menjadi prioritas upaya pelestarian terumbu karang.
Penetapan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan dilakukan untuk mendukung program nasional KKP menetapkan 20 juta hektare kawasan konservasi laut tahun 2020.
Penetapan tersebut juga mendukung pencapaian pengelolaan efektif kawasan-kawasan sebagai mandat The Conference of the Parties Convention on Biological Diversity (COP-CBD) ke-10 di Nagoya Jepang, jelas Sharif.
Taman Wisata Perairan Nusa Penida menyimpan potensi terumbu karang luas, lahan mangrove, dan padang lamun. Kawasan itu juga merupakan habitat penting bagi macam-macam binatang laut seperti parimanta, penyu, hiu, paus, lumba-lumba, dugong, penyu hijau, dan penyu sisik, dan ikan Mola-Mola (sun fish).
Pemerintah mendukung pemanfaatan kawasan konservasi untuk berbagai kegiatan seperti pusat penelitian, pelatihan, pendidikan lingkungan, bisnis, pariwisata, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta jasa lingkungan dengan tetap menjaga fungsinya sebagai daerah konservasi ikan.
"Pola pengelolaan yang terpadu yang melibatkan multipihak melalui akses pendanaan yang berkelanjutan dari berbagai sumber dapat dilakukan di Kawasan konservasi Nusa Penida. Sehingga keanekaragaman yang ada di Kawasan ini dapat terjaga," kata Sharif.
Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad, menjelaskan, kawasan konservasi perairan adalah bentuk pengelolaan pengelolaan kawasan laut dengan sistem zonasi yang mencakup 4 zona: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya.
"Ekosistem terumbu karang selain memiliki fungsi bagi biota laut, juga memiliki fungsi sebagai penyerap karbon, pemecah gelombang laut, penghasil ikan yang sangat berguna bagi kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Bersama dengan kesatuan ekosistem pesisir lainnya yakni padang lamun dan mangrove berfungsi sebagai perisai penangkal ancaman bencana pesisir seperti abrasi, tsunami. Serta menjadi bagian dari upaya dunia untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
"Sistem zonasi ini sangat terbuka untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan baik untuk penelitian berbagai aspek, pendidikan generasi muda, aktivitas perikanan, pariwisata bahari dan kegiatan lainnya yang mendukung pengembangan ekonomi lokal berbasis konservasi," jelasnya.
Penetapan kawasan konservasi perairan dilakukan, tegasnya, untuk menjaga ekosistem laut tetap lestari dan dapat dikelola secara berkelanjutan.
Penangkapan ikan dengan cara merusak seperti bom dan potasium sianida akan dilarang digunakan dalam kawasan Nusa Penida. Sementara zona lainnya juga berperan di dalam melindungi terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun yang merupakan ekosistem penting pesisir di mana ikan dan biota laut lainya berproduksi, bertelur, berlindung dan mencari makan di dalamnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR