Perayaan Idul Fitri menghitung hari. Sebentar lagi, momen hari raya ini akan disambut dengan syukur, kebersamaan kerabat, serta tak ketinggalan hidangan khas Lebaran.
Mengiringi sukacita tersebut, makanan juga menjadi sarana pengingat akan makna yang lebih luhung dalam Idul Fitri.
Setiap masyarakat punya tradisi kuliner masing-masing merayakan tuntasnya masa Ramadan.
Seperti masyarakat Uzbekistan, yang memiliki chak chak. Ilmira Usmanova, model asal Uzbekistan bercerita, makanan ini tak pernah absen pasa saat Lebaran. Chak chak, terbuat dari adonan tepung terigu yang digoreng kering dan disiram madu, merupakan makanan penutup bangsa Tatar yang tersebar di Uzbekistan, Kazakhstan, Ukraina, Tajikistan, Kirgizstan, Turkmenistan, dan Azerbaijan. Hidangan ini dianggap simbol kemurahatian. Pada masa lalu, ini adalah makanan yang kerap disuguhkan kepada para pengembara yang singgah.
Iran punya tradisi berbeda. Kaeh, seorang sutradara asal Iran bercerita, salah satu makanan yang ditunggu-tunggu ketika Idul Fitiri adalah haleem. Hidangan serupa bubur atau sup kental ini terbuat dari gandum, daging, dan rempah yang dimasak dalam waktu lama dengan dipanaskan pelan-pelan. Setelah matang, di atasnya ditambahkan bawang goreng, wijen, atau kacang-kacangan, buah kering, perasan lemon, dan minyak samin. Haleem menyimpan makna filosofis. Pada zaman dahulu, gandum sebagai bahan dasar haleem dipanen dengan dipotong setengah saja, tidak seluruhnya. Maksudnya agar orang lain atau generas berikut bisa turut menikmati berkat yang diberikan alam itu. Juga melambangkan persamaan antarmanusia dan niat tulus untuk berbagi.
Lain lagi dengan Indonesia. Kita punya budaya makan ketupat. Sejawan JJ Rizal menjelaskan ketupat dalam tradisi masyarakat Betawi merupakan simbol untuk mengingat asal-usul dan leluhur—mereka yang berasal dari masyarakat agraris sekaligus maritim. Beras, bahan dasar ketupat, memperlihatkan kekentalan budaya agraris. Sementara itu, daun kelapa yang membungkus bersumber dari masyarakat maritim. Ketupat juga menyimbolkan kerekatan dan kemanfaatan dalam bermasyarakat.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR