Riset tim peneliti Pusat Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuktikan bahwa senyawa antikanker dari sumber daya alam hayati Indonesia terbukti berkhasiat.
Keberhasilan memproduksi dan membuktikan khasiat senyawa antikanker pada bahan alam Indonesia itu mengantarkan tim penelitinya meraih Inventor Awards dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Tim peneliti yang terlibat riset ini antara lain Muhammad Hanafi yang juga profesor riset kimia organik LIPI, Linar Zalinar Udin, Leonardus Broto Sugeng Kardono, serta Andrianopsyah Mas Jaya Putra.
Peneliti awalnya melakukan screening pada mikroba tanah dan tumbuhan di wilayah Indonesia. Dari proses tersebut, peneliti bisa mengidentifikasi mikroba tanah dan tumbuhan berpotensi, yaitu Pseudomonas pycocyanea dan bintangur batu (Calophyllum teysmannii).
Riset pun dilanjutkan. Tumbuhan P pycocynea itu dikulturkan di laboratorium. Lalu, proses fermentasi dilakukan. Dalam proses itu, mikroba dibiakkan pada suatu media hingga menghasilkan senyawa tertentu, sering disebut metabolit sekunder.
Proses fermentasi menghasilkan senyawa fenolilaktam-A. Peneliti kemudian melakukan proses sintesis untuk menghasilkan senyawa yang mirip (analog) zat kimia itu. Hasilnya adalah fenolilaktam B-F.
Uji secara in vitro mengungkap bahwa, baik fenolilaktam-A maupun B-F bisa menghambat pertumbuhan sel kanker leukimia. Uji pra-klinis (dengan hewan) belum bisa dilakukan karena kesulitan menginduksi leukimia.
Fenolilaktam-A juga diujikan untuk melawan kanker payudara. Berdasarkan uji praklinis, senyawa ini efektif. "Bisa menghambat pertumbuhan sel kanker hingga 40 persen," kata Hanafi saat ditemui dalam acara penganugerahan Inventor Awards LIPI di Kebun Raya Bogor, Selasa (26/8).
Sementara itu, screening juga menunjukkan adanya antikanker pada getah bintangur batu. Oleh tim riset, getah ini dianalisis secara kimia. Peneliti lalu menemukan kandungan kalanon yang bersifat antikanker.
Kalanon lalu diturunkan menjadi ester kalanon dan diuji efektivitasnya dalam menghambat kanker usus dan leukimia. Hasil uji secara in vitro cukup menggembirakan. "Ester kalanon lebih efektif 20 kali lipat daripada kalanon," papar Hanafi.
Selain diuji untuk melawan sel kanker, ester kalanon dan Fenilolaktam-A diuji untuk melawan bakteri. Hasil secara in vitro mengungkap bahwa senyawa itu berpotensi sebagai antibiotik untuk mengatasi ragam penyakit infeksi.
Zalinar mengungkapkan, penelitian senyawa antikanker dari bahan alam ini telah membuahkan dua paten, untuk proses dan senyawa yang dihasilkan.
Rangkaian proses fermentasi dan modifikasi senyawa belum pernah dipakai untuk menghasilkan antibiotik dan anti-kanker dari bahan alam. "Ini yang pertama di Indonesia. Di luar negeri, antibiotik juga tidak dibuat dengan cara ini," kata Zalinar.
Hanafi dan Zalinar punya mimpi agar hasil risetnya dapat diwujudkan menjadi produk obat dan dikonsumsi oleh publik. Namun, untuk itu, uji klinis masih harus dilakukan. Peran serta industri diperlukan, misalnya dalam pendanaan.
Hanafi meminta industri farmasi punya minat untuk turut mengembangkan produk berbasis riset peneliti. Ia mengusulkan agar pemerintah punya kebijakan yang mendukung. "Misalnya kita ada Kimia Farma. Mereka bisa dilibatkan karena sama-sama milik negara," ungkapnya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR