Dunia memasuki babak baru menahan laju iklim yang memburuk. Minggu (21/9), sekitar 400.000 orang di 157 negara turun ke jalan mendesak para pemimpin dunia berkomitmen lebih keras untuk mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
Konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer menyebabkan pemanasan global, yang diikuti memanasnya suhu atmosfer Bumi. Itu mengakibatkan terjadinya perubahan (sistem) iklim. Namun, upaya global mengurangi emisi GRK dengan rezim Protokol Kyoto tak membuahkan hasil hingga protokol berakhir pada 2012. Rendahnya komitmen politik pemimpin dunia merupakan masalah kunci yang kini disikapi para demonstran.
Demi mendesak para pemimpin dunia itu, masyarakat kota di dunia, termasuk Jakarta, menggelar pawai bertajuk Gerakan Rakyat untuk Iklim (People\'s Climate March) dalam rangka pembukaan UN Climate Summit, Minggu. Di New York, seperti laporan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, ratusan ribu orang turun ke jalan membawa poster seruan stop mengemisi Bumi.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, seperti dikutip BBC, seusai berjalan di antara massa pawai mengatakan, pawai itu menunjukkan bahwa warga dunia mendesak dan mendukung upaya nyata dan lebih keras menghentikan laju perubahan iklim.
"Tidak ada rencana B (rencana cadangan) untuk menyelamatkan Bumi dari perubahan iklim karena tak ada planet B (planet cadangan)," katanya.
Dunia, ujarnya, perlu menyatukan langkah dan memanfaatkan kekuatan rakyat untuk mengubah. Pawai massal di New York dipusatkan di sekitar Columbus (Columbus Circle).
Pada pawai yang diklaim diikuti 300.000 peserta itu, sebagian orang mengenakan pakaian tradisional dan unik, memainkan alat musik, meneriakkan yel-yel ajakan menciptakan Bumi yang hijau, serta membawa berbagai poster berisi kecaman dan tuntutan atas lambannya upaya nyata mengatasi perubahan iklim dari pemimpin dunia.
Pawai yang diklaim terbesar di New York itu diikuti berbagai kelompok. Anak-anak, kaum muda, hingga lanjut usia, serta warga lintas agama dan kepercayaan, ambil bagian.
Selama ini, AS dikenal sebagai salah satu negara dengan emisi besar yang menolak menurunkan emisi secara wajib.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan berpidato di muka sidang Climate Summit. Semua pemimpin yang hadir diminta berkomitmen kuat mengurangi emisi GRK.
Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan puncak itu dituntut memelopori adanya solusi. Indonesia saat ini pengemisi GRK ketiga terbesar akibat perubahan fungsi lahan dan rusaknya lahan gambut. Menurut studi dari masyarakat sipil, deforestasi Indonesia tertinggi di dunia melampaui Brasil.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR