"Perlambatan dalam kecepatan akan menunjukkan fraktur berisi air di bebatuan dan mineral 'terhidrasi' yang mengunci air di dalam kristal," ucap Cai.
Cai dan tim memperhatikan dan mengamati perlambatan seperti itu jauh ke dalam kerak bumi, sekitar 30 kilometer di bawah permukaan laut.
Dengan menggunakan kecepatan yang terukur bersama dengan suhu dan tekanan, Cai dan tim dapat menghitung dan menemukan bahwa zona subduksi mengisap sekitar 3 miliar teragram air ke dalam kerak bumi setiap satu juta tahun. Teragram sendiri maksudnya adalah satu miliar kilogram.
Apabila dianalogikan, air laut sangat berat. Dalam satu meter air laut beratnya dapat mencapai sekitar 1.024 kilogram.
Baca Juga : Manusia Semakin Besar, Persediaan Makanan di Bumi Terancam Habis
"Namun jumlah air yang terisap di zona subduksi membingungkan. Ini tiga kali lebih banyak dari perkiraan sebelumnya," ungkap Cai.
Hal tersebut kemudian memunculkan pertanyaan baru, mengingat air yang terisap dapat memicu letusan pada gunung berapi. Bila jumlah air yang masuk ke kerak bumi jauh lebih banyak dari letusan gunung berapi, artinya ada jumlah yang hilang dan terlewat dari perhitungan.
Menurut Cai, tidak terdapat air yang hilang di lautan. Hal tersebut hanya berarti jumlah air yang terserap ke dalam kerak bumi dan jumlah yang dimuntahkan kembali harus sama seperti sebelumnya.
Sebenarnya, studi tersebut belum menunjukkan bahwa ada sesuatu mengenai bagaimana air bergerak melalui perut Bumi yang masih belum dimengerti.
"Banyak studi yang perlu difokuskan pada aspek ini," ucap Cai.