Kisah Perempuan yang Berhasil Melakukan Kontak dengan Suku Terasing Sentinel

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 11 Desember 2018 | 14:51 WIB
Madhumala Chattopadhyay melakukan penelitian tentang suku Sentinel selama 6 tahun. (Madhumala Chattopadhyay)

Nationalgeographic.co.id - Belum lama ini, misionaris Amerika Serikat ditemukan tewas karena dibunuh oleh suku terasing Sentinel di Pulau Sentinel Utara, Teluk Benggala. Wilayah tersebut beserta penghuninya memang sangat terisolasi dan tertutup dari dunia luar.

Sebelumnya, di akhir abad ke-20, pemerintah India–yang mengelola Kepulauan Andaman dan Nikobar di mana Sentinel Utara berada–berusaha melakukan kontak dengan suku Sentinel. Namun, upaya itu berakhir dengan proyektil yang ditembakkan oleh penduduk asli pulau tersebut dari pinggir pantai.

Pada 1970, salah satu tim dokumenter National Geographic juga mendapat luka dari tembakkan tombak saat melakukan pengambilan gambar di sana.

Baca Juga : Catatan John Allen Chau Ungkap Detik-detik Sebelum Ia Tewas Dibunuh Suku Sentinel

Meskipun kebanyakan kontak tidak berhasil, tetapi dua pertemuan di awal 1990-an menyatakan bahwa suku Sentinel bersedia menerima kelapa dari para antropolog yang tergabung dalam Anthropological Survey of India (AnSI).

Di antara tim antropolog itu, hanya ada satu perempuan, yaitu Madhumala Chattopadhyay. Ia ingin mempelajari suku-suku pedalaman di Kepulauan Andaman dan Nikobar sejak anak-anak. Saat dewasa, antropolog ini kemudian menghabiskan waktu enam tahun untuk meneliti serta mempublikasikan 20 karya ilmiah tentang mereka. Chattopadhyay juga membuat buku berjudul Tribes of Car Nicobar.

Pada Januari 1991, Chattopadhyay mendapat kesempatan pertamanya untuk bergabung dengan tim yang akan mengunjungi Pulau Sentinel Utara. Namun, ada sedikit halangan: kala itu, wanita diragukan untuk terlibat dalam ekspedisi suku pedalaman yang 'tidak ramah'.

Berkat usaha kerasnya, Chattopadhyay akhirnya diizinkan untuk berkunjung ke Pulau Sentinel Utara. Dengan begitu, ia menjadi antropolog wanita pertama yang pernah melakukan kontak dengan suku Sentinel.

Kelapa mengambang

"Kami semua sedikit gelisah selama ekspedisi (pada Januari 1991) karena beberapa sebelumnya tim yang dikirim oleh pemerintah mendapat sambutan yang tidak baik seperti biasanya," kenang Chattopadhyay saat diwawancarai National Geographic, 27 tahun setelahnya.

Saat itu, tim Chattopadhyay mencapai pulau dengan perahu kecil dan mengalami kesulitan untuk berlabuh. Beberapa anggota suku Sentinel berada di pinggir pantai dengan membawa busur dan panah.

"Kami kemudian mulai mengapungkan buah kelapa ke arah mereka. Secara mengejutkan, anggota suku Sentinel menginjakkan kaki ke air untuk mengambil kelapa tersebut," cerita Chattopadhyay.