Nationalgeographic.co.id - Ainu merupakan suku di Jepang yang hidup dalam persembunyian. Mereka hidup sebagai orang asing di Jepang hingga pemerintah akhirnya mengakui keberadaan suku Ainu sebagai penduduk asli negara tersebut pada 2008.
Penduduk suku Ainu dikenal sangat menghormati beruang. Ya, mereka menganggap beruang adalah bentuk penyamaran dewa gunung di Bumi. Beruang juga dianggap dapat memberikan banyak manfaat--dagingnya bisa dimakan, bulu untuk pakaian, dan tulang untuk membuat peralatan rumah.
Setiap musim semi, suku Ainu akan melakukan ritual pengorbanan beruang yang disebut Iyomante. Untuk mendapatkan beruang, mereka akan memburunya. Meski begitu, beruang yang dikorbankan tidak boleh sembarang. Itu harus berupa anak beruang beserta induknya.
Baca Juga : Desa Wisata Energi Migas Wonocolo, 'Texas' di Bumi Nusantara
Induk betina akan dikorbankan terlebih dahulu di mana rohnya akan dikirim ke dewa-dewa dalam upacara khusus.
Sedangkan anak beruang, dirawat dan dibesarkan oleh suku Ainu selama dua tahun sebelum dikorbankan. Penduduk Ainu akan memperlakukan anak beruang seperti darah dagingnya sendiri. Bahkan lebih baik, karena anak beruang dianggap sebagai dewa.
Jika anak beruang masih sangat kecil dan belum memiliki gigi untuk mengunyah, maka wanita suku Ainu akan menyusuinya.
Saat beranjak dewasa, beruang tersebut akan dikembalikan kepada dewa dengan ritual yang sama seperti yang dilakukan kepada sang induk. Beruang akan dibunuh dengan panah bambu yang telah dilumuri racun dari sebuah bunga dengan nama Aconitum yezoense dan dicekik dengan dua batang kayu.
Sebelum racun dioleskan pada panah bambu, pemburu akan menguji racun tersebut dengan menempelkan pada lidahnya. Bila menimbulkan efek terbakar, berarti racun tersebut cukup kuat untuk membunuh sang beruang. Beruang yang telah mati akan dikuliti dan ditempatkan di depan altar.
Baca Juga : Inilah Empat Langkah Penting Agar Terhindar dari Overdosis Obat
Dalam upacara Iyomante, para anggota suku Ainu akan menggenakan pakaian terbaik. Mereka akan berdoa, menari dan berpesta. Upacara ini akan berlangsung selama tiga hari tiga malam untuk mengembalikan roh beruang ke rumahnya.
Upacara akan berakhir ketika kepala beruang ditempatkan di altar dan panah ditembakan ke arah timur supaya rohnya dapat kembali ke gunung. Berakhirnya upacara ini diharapkan dapat mengembalikan jiwa beruang kepada dewa gunung sebagai 'utusan desa' yang terbaik dan terhormat.
Tradisi yang sudah ada sejak abad ke-20 ini dilarang oleh Pemerintah Jepang pada awal tahun 1960-an. Meski begitu, suku Ainu tetap memuja dan menyembah beruang--meski walau tanpa ritual membunuh beruang.
Source | : | Dari berbagai sumber |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR