National Geographic Indonesia edisi Mei 2025, Pusparagam Bentang Laut Kepala Burung Papua. Kisah-kisah upaya pelestarian pesisir oleh masyarakat adat di Werur, Malaumkarta, Salafen, Waigama, dan Aduwei. Jantung Segitiga Terumbu Karang ini didera eksploitasi dan krisis iklim. Bagaimana mereka bertahan menjaganya?
Nationalgeographic.co.id—Sampul National Geographic Indonesia edisi Mei 2025 menampilkan pemuda bernama Yoab Mobalen.Pemuda kekar ini juga punya nama padengan Rambo. Ia mengenakan mahkota yang disebut sebah dan tas dari pandan. Yoab turut ambil bagian dalam menjaga tradisi egek di Malaumkarta. Tradisi ini bangkit kembali demi upaya mengelola pengambilan sumber daya laut berbasis adat.
Kami kembali lagi mengarungi bentang laut Kepala Burung Papua, Papua Barat Daya. Perairan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di jantung Segitiga Terumbu Karang, termasuk di dalamnya Raja Ampat dan Teluk Cenderawasih.
Douglas Fenner dalam kajiannya "The Ecology of Papuan Coral Reefs" dalam buku The Ecology of Papua mencoba menjelaskan alasan begitu kaya keanekaragaman hayati di perairan ini.
Pertama, kawasan ini merupakan pusat terbentuknya spesies baru. Kedua, suhu yang relatif stabil sehingga tingkat kepunahan kawasan ini lebih rendah. Ketiga, arus laut tropis Pasifik membawa spesies baru ke kawasan ini. Keempat, kawasan kepulauan memungkinkan penggantian spesies yang punah dari pulau-pulau sekitar.
Fenner menegaskan, "Data terkini yang paling dapat diandalkan menunjukkan bahwa Papua berada di wilayah dengan keanekaragaman terumbu karang tertinggi, namun keanekaragaman tersebut mulai menurun ke arah timur dari Papua."
National Geographic Indonesia
Spenyer Malasamuk, tokoh adat suku Moi Malaumkarta. Masyarakat adat di sana menggelar tradisi egek untuk melindungi kebutuhan warga. Egek merupakan salah satu bentuk konservasi kelautan dengan pendekatan hukum adat.
Kelestarian perairan ini terancam oleh penangkapan ikan ilegal dan berlebih, tergangguya ekosistem, dan perubahan iklim. Sejak empat tahun silam, kami menghimpun keping-keping potret kawasan ini. Kami menyebutnya "keping-keping" karena kami hanya menyajikan secuil kabar dari perairan yang begitu luas—setara hampir dua kali luas Pulau Jawa.
Fikri Muhammad dan fotografer Donny Fernando menyelisik perairan barat semenanjung vogelkoop—kepala burung. Judulnya, "Rencana Tuhan di Raja Ampat" sekaligus menjadi kisah sampul edisi Mei 2021. Mereka berjumpa dengan para pejuang lingkungan. Kami juga mendedikasikan kisah ini untuk Leonard Saleo, pelestari lingkungan asal Yensawai Barat, yang dibunuh para pembalak liar. Warga menjulukinya sebagai 'Bapak Konservasi Raja Ampat'. Kini putranya, Konstantinus Saleo, melanjutkan semangat itu.
Kisah "Perempuan Penjaga Bahari Papua" oleh Afkar Aristoteles Mukhaer dan fotografer Garry Lotulung, terbit untuk edisi Juli 2023. Mereka menjumpai Almina Kacili, penggerak kelompok perempuan 'Waifuna' di Kapatcol, Misool Barat. Kaum perempuan dipercaya untuk mengelola kawasan perairan konservasi berbasis hukum adat.
National Geographic Indonesia
National Geographic Indonesia edisi Mei 2025 juga menampilkan departemen Inovator dari Distrik Nimboran: Rosita Tecuari. Ia dan kawan-kawan perempuannya membangun Imo Yamo Benyom Yanno, Sekolah Budaya Namblong di Kampung Benyom. Mengapa perempuan begitu penting dalam pelestarian hutan dan bahas di Papua?
Pada edisi Mei Dani Kosasih dan fotografer Ricky Martin mengisahkan dalam "Tuah Segara dan Janji yang Takkan Sirna". Mereka menelusuri jejak-jejak hikayat tradisi masyarakat adat di Misool Utara, Malaumkarta, dan Werur. Kawasan laut di sana menyimpan 75 persen dari spesies karang lunak serta keras yang ada di seluruh dunia. Lebih dari 1.200 spesies ikan menari-nari di antara labirin terumbu. Kisah ini melengkapi seri Pusparagam Kehidupan: Pusparagam Bentang Laut Kepala Burung Papua.Untuk kawasan Papua, edisi ini menemani seri Pusparagam Kehidupan yang telah terbit sebelumnya: Pusparagam Cycloop (2021) dan Pusparagam Wasur (2023).
Di tengah kecamuk eksploitasi laut, masyarakat adat telah memiliki praktik-praktik pengelolaan laut berbasis pengetahuan tradisional. Kini kaum perempuan pun mulai menjadi penggerak utama dalam pengelolaan laut berbasis masyarakat adat.
"Wilayah sasi ini dulu rawan pencurian. Dengan adanya gagasan dari ibu-ibu ini, kami sangat bersyukur dan mendukung penuh," kata Karel Fatot, tetua adat Aduwei.
Pada edisi Mei tahun ini terdapapat kisah dari tiga negara yang mendapatkan apresiasi "Best Edit" dari kantor induk kami di Washington, D.C. Salah satunya, kisah ini.
Selamat membaca!
National Geographic Indonesia
Sampul National Geographic Indonesia edisi Mei 2025, Pusparagam Bentang Laut Kepala Burung. Untuk kawasan Papua, edisi ini menemani seri Pusparagam Kehidupan yang telah terbit sebelumnya: Pusparagam Cycloop (2021) dan Pusparagam Wasur (2023).
--- Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR