Nationalgeographic.co.id - Di tempat gelap gulita, Anda akan mendengar suaranya sebelum melihatnya. Jutaan kecoak melesat dan tersebar di tumpukan papan kayu sambil melaham sisa-sisa makanan yang berasal dari truk pembuangan limbah perkotaan.
Udara di tempat tersebut sangat hangat dan lembap–persis seperti yang disukai kecoak. Membuat koloni mereka tetap sehat dan memiliki nafsu makan tinggi.
Baca Juga : Ketika Mikroplastik Berhasil Menembus dan Berkumpul di Titik Terdalam Lautan
Kota-kota di Tiongkok menghasilkan banyak limbah makanan. Jumlahnya bahkan tidak cukup lagi ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Setidaknya ada 60 juta ton sampah yang diproduksi Tiongkok per tahunnya. Sebagian besar makanan diproses melalui fermentasi, sistem yang mahal dan dapat mencemari lingkungan.
Dan kecoak dianggap ampuh untuk menyingkirkan sisa-sisa makanan tersebut.
Di pinggiran Jinan, ibu kota provisi Shandong Timur, satu miliar kecoak diberi makan 50 ton sampah dapur setiap harinya–setara makanan untuk tujuh gajah dewasa.
Sampah makanan akan diantarkan ke pabrik Shandong Qiaobin Agricultural Technology Co, sebelum disalurkan melalui pipa-pipa menuju kecoak yang berada di dalam sel mereka.
Shandong Qiaobin berencana membuat tiga pabrik lagi tahun depan. Bertujuan untuk memroses sepertiga dari limbah dapur yang diproduksi di Jinan, rumah bagi tujuh juta penduduk.
Baca Juga : Kepunahan Massal Terparah dan Hewan-hewan Laut yang Mati Karena Pemanasan Global
Sebelumnya, sisa-sisa makanan dijadikan pakan babi. Namun, setelah wabah demam babi menyebar, hal tersebut dilarang dan akhirnya membuka industri jasa kecoak.
"Kecoak merupakan jalur bioteknologi dalam mengubah dan memproses limbah dapur," kata Liu Yusheng, Presiden Shandong Insect Industry Association.
Menurut Li Hongyi, direktur Shandong Qiaobin, kecoak juga merupakan sumber protein yang baik bagi babi dan ternak lainnya. "Ini seperti mengubah sampah menjadi sumber daya," ujarnya.