Dalam memanfaatkan air, ada beberapa hal yang diperhatikan oleh warga desa Doudo. “Pertama, tercukupi air minum dulu. Setelah terpenuhi, baru untuk yang lain. Misalnya, kami membiasakan cuci tangan pakai sabun, kemudian kegiatan harian seperti pertanian dan niaga,” papar Sutomo yang kini menjadi Penanggung Jawab Teknis Sistem Penyedia Air Minum dan Sanitasi (SPAMS) Qurnia di Doudo.
Dengan produksi air yang melimpah, Doudo bahkan bisa membagikan airnya ke desa-desa tetangga seperti Sekapuk dan Wotan.
Tidak berhenti di situ, desa Doudo yang ke depannya bercita-cita menjadi Edu Green Village, menggunakan air untuk menata lingkungan. Di beberapa titik, ada lima keran air nonberbayar di setiap RT yang bisa digunakan warga kapan saja. SPAMS memberikannya secara cuma-cuma––Sutomo sendiri menyebutnya sebagai “air sosial”.
Biasanya, air dari keran ini digunakan penduduk untuk menyiram tanaman setiap sore. Ya, semua rumah di Doudo wajib menanam tumbuhan di pekarangan rumahnya. Inilah yang membuat Doudo tampak asri. Mulai dari RT 1 sampai RT 5, Anda akan menemukan pemandangan hijau. Mereka bahkan memiliki kampung tematik berbasis lingkungan, seperti Kampung Sayur, Kampung 3R (Reuse, Reduce, Recycle), Kampung Aloe Vera, dan yang lainnya.
Dengan ini, target 100-0-100 yang dimiliki Doudo pun berhasil tercapai. Sebanyak 100% warga sudah bisa mengakses air bersih, tidak ada lagi kekumuhan di Doudo (0%), dan 100% penduduk sudah memiliki sistem sanitasi yang baik.
Kemampuan Doudo untuk bangkit dari kekeringan dan mengubah desanya menjadi hijau, rindang, dan asri, menginspirasi beberapa daerah lain. Doudo kerap menjadi desa percontohan dan berhasil memenangkan kompetisi lingkungan, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. Termasuk juara Indonesia Green Awards (IGA) 2018 kategori Penyelamatan Sumber Daya Air dengan program ‘Mata Air Desaku’, serta Program Kampung Iklim (ProKlim) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.