Harga Emas Antam Turun, Sebenarnya Dari Mana Datangnya Emas di Bumi?

By Gregorius Bhisma Adinaya, Rabu, 9 Januari 2019 | 13:06 WIB
Emas banyak dipilih sebagai produk investasi. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Hari ini topik mengenai turunnya harga emas Antam menjadi hangat diperbincangkan. Berdasarkan penelusuran National Geographic Indonesia melalui Google Trends, lebih dari 5.000 pencarian informasi tentang emas Antam dilakukan oleh orang Indonesia.

Melansir Kontan.co.id, pecahan satu gram emas Antam berada pada harga Rp657.000. Bila dibandingkan dengan kemarin, harga emas Antam mengalami penurunan sebesar Rp3.000. Harga pembelian kembali pun mengalami penurunan sebesar Rp4.000, dengan harga Rp578.000 per gram.

Membesarnya informasi ini karena menyangkut dengan banyaknya orang yang membeli emas sebagai produk investasi ataupun sekadar perhiasan. Bukan tanpa alasan, gengsi juga dapat terdongkrak oleh logam mulia yang tidak banyak ditemukan di Bumi ini. Bahkan—sejauh ini—juga jarang ditemukan di planet lain.

Baca Juga : Harga Jual Emas Antam Turun 3.000 Rupiah, Berikut Rinciannya

Tidak seperti karbon atau besi, emas tidak bisa diproduksi oleh sebuah bintang. Namun emas hanya bisa dihasilkan dari sebuah fenomena dahsyat, yang disebut dengan short gamma-ray burst (GRB).

Para peneliti pun kemudian melakukan pengamatan terhadap terhadap GRB. Hasilnya, mereka menemukan bukti-bukti bahwa kejadian itu merupakan akibat dari tabrakan antara dua bintang neutron, atau inti bintang mati yang sebelumnya meledak sebagai supernova.

Selain itu, kilauan unik yang tetap terlihat selama berhari-hari di lokasi terjadinya GRB, berpotensi menandakan adanya penciptaan elemen berat, termasuk emas, dalam jumlah yang besar.

"Kami perkirakan bahwa jumlah emas yang diproduksi dan dilontarkan saat peristiwa tersebut sama besarnya dengan 10 kali lipat massa Bulan. Sangat banyak," ungkap Edo Berger, peneliti Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) yang sudah memaparkan temuannya tersebut pada publik di CfA Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.

(Thanapol sinsrang/Getty Images/iStockphoto)

GRB merupakan sebuah pancaran sinar berenergi tinggi (sinar gamma) dari ledakan yang sangat berenergi. GRB umumnya terjadi di alam semesta yang berjarak jauh dari tata surya. GRB yang diteliti oleh para peneliti ini bahkan berjarak 3,9 miliar tahun cahaya dari Bumi. Meski demikian, ini merupakan salah satu GRB yang terdekat yang pernah tercatat sepanjang sejarah.

Walaupun gamma ray biasanya cepat menghilang, tetapi GRB ini lambat meredup dan didominasi oleh sinar infra merah. Tingkat kecerahan dan perilakunya berbeda dengan "afterglow" yang terjadi jika partikel berkecepatan tinggi terpental ke lingkungan sekitarnya.

Pancaran GRB ini berlaku layaknya ia datang dari elemen radioaktif, material yang kaya akan neutron yang dilontarkan oleh bintang yang bertabrakan. Peneliti memperkirakan, material sebanyak seperseratus massa matahari terlontar oleh GRB tersebut dan sebagian di antaranya merupakan emas.