Nationalgeographic.co.id - Saat itu merupakan hari yang dingin di Polandia. Shmuel Beller yakin, itu hari terakhir baginya.
Saat pasukan Rusia bergerak menuju Auschwitz, Beller dan tawanan lain telah diperingatkan oleh penyekapnya untuk segera meninggalkan kamp kematian. Ia lari menuju fasilitas penyimpanan dan menggeledah tumpukan pakaian milik enam ribu Yahudi yang mati diserang gas beracun setiap harinya di kamp.
Tak berapa lama, Beller akhirnya menemukan apa yang ia cari: sepasang sepatu kulit.
Baca Juga : Studi: Ada 15 Ribu Yahudi yang Dibunuh Per Harinya Saat Holocaust
Beller merupakan satu dari 60 ribu tawanan yang dipaksa ikut ‘pawai kematian’ Auschwitz. Itu merupakan rencana gila Nazi untuk melarikan diri dari pasukan Sekutu pada Januari 1945.
Saat pasukan Rusia dan Amerika semakin mendekat, Nazi berusaha untuk membongkar kamp Auschwitz dan menutupi kejahatannya. Namun, tidak ada yang mampu melenyapkan kebenaran dari kamp kematian – tempat mereka membunuh 1,1 juta orang.
Selama beberapa minggu, sebagian besar tawanan Auschwitz, dipaksa berbaris menuju kamp-kamp terdekat maupun yang jauh. Mereka berjalan puluhan hingga ratusan mil. Untungnya, kaki Beller terlindungi oleh sepatu yang ia ambil sebelum meninggalkan Auschwitz.
Sepanjang perjalanan, Beller melihat Nazi mengawal para tahanan yang mencoba kabur. Juga menembak mereka yang berjalan lambat – termasuk wanita dan anak-anak yang kelelahan karena lapar dan penyakit.
“Kami berjalan melewati ladang es, salju dan badai salju. Tidak bisa dipercaya,” kata Beller.
Akhir dari kamp Auschwitz
Saat pemerintahan dan militer Jerman mulai runtuh, Nazi mulai berpikir tentang babak akhir mereka. Pada November 1944, Heinrich Himmler, kepala Schutzstaffel (SS) dan salah satu perancang Holocaust, mengeluarkan perintah mendadak untuk menghancurkan kamar gas di Auschwitz-Birkenau, kamp terbesar di Auschwitz.
Para sejarawan tidak setuju mengenai alasan mengapa Himmler mengeluarkan perintah tersebut karena berlawanan dengan perintah Adolf Hitler sebelumnya untuk memusnahkan Yahudi yang tersisa di Eropa.
Meskipun begitu, para petugas di kamp mematuhi Himmler. Pada akhir 1944, mereka membongkar sebagian kamar gas. Memaksa Sonderkommando–unit kerja yang terdiri dari tahanan kamp Nazi–untuk membongkar bangunan kamar gas satu per satu.
Lalu, saat Rusia mendekat di bulan Januari, sisa bangunan yang telah dibongkar, diledakkan lagi dengan dinamit. Meskipun begitu, reruntuhannya masih tersisa.
‘Pawai kematian’
Di sini lah, ‘pawai kematian’ dimulai. Para tawanan yang dianggap sehat dan mampu melakukan pawai diminta berkumpul dalam barisan dan meninggalkan Auschwitz. Sekitar tujuh ribu tahanan ditinggalkan, dan 60 ribunya mulai berjalan dari selatan Polandia menuju Jerman–melewati ladang dan hutan sambil diawasi Nazi.
Tujuan Nazi tidak hanya menghancurkan bukti dari kamp: mereka memiliki rencana untuk memaksa tahanan melayani warga Jerman sebagai budak.
Warga Jerman menyebutnya sebagai ‘evakuasi’, sementara tahanan lainnya menganggapnya sebagai ‘pawai kematian’. Treknya sangat brutal. Mereka yang tidak bisa mengikuti akan dipukul atau ditembak pengawal yang frustasi dan kelaparan.
“Siapa pun yang berani duduk atau berhenti sejenak akan langsung ditembak,” ujar Iba Mann, yang saat itu berusia 19 tahun.
Beberapa yang dipaksa berjalan, mati di perjalanan. Meskipun begitu, tidak jelas berapa jumlah korban ‘pawai kematian’ tersebut.
Gagal melenyapkan bukti
Mereka yang ditinggal di kamp Auschwitz adalah orang-orang yang dianggap tidak layak kerja–terlalu lemah, atau memiliki penyakit. SS diperintahkan untuk membunuh tahanan yang tersisa, dan mereka berhasil menghabiskan 700 nyawa.
Namun, kekacauan terjadi di kamp. Banyak anggota pasukan SS yang kabur untuk menyelamatkan dirinya sendiri sehingga perintah untuk membunuh sisa tawanan terabaikan. Petugas SS yang masih bertahan sibuk membakar dokumen-dokumen untuk menyembunyikan kejahatan Nazi.
Sementara itu, tawanan yang tersisa tetap meringkuk di ranjang mereka dan menunggu. Ada beberapa yang melarikan diri ketika tahu tidak ada pengawasan SS.
Lalu, pada 27 Januari 1945, Red Army sampai ke kamp. Di dalamnya, mereka menemukan para tahanan yang penuh kotoran dan kelaparan, anak-anak yang menjadi percobaan medis, dan bukti mengejutkan lain tentang kejahatan Nazi.
Di Birkenau, pasukan SS gagal merusak gudang tempat penyimpanan barang-barang korbannya. Dari yang ditemukan terdapat 7,7 ton rambut manusia, 370 ribu jas pria, dan 837 ribu gaun dan mantel wanita.
Hanya 7000 tahanan yang tersisa di kamp saat pembebasan. Red Army lalu membantu memberi makan dan merawat mereka. Setengah dari tahanan yang masih hidup, meninggal karena kelelahan dan kelaparan setelah dibebaskan. Sisanya, pulih secara bertahap dan memulai hidup mereka sebagai pengungsi.
Baca Juga : Kisah Marcel Marceau Menyelamatkan Anak-anak Yahudi dengan Pantomim
Ketika jangkauan kengerian Holocaust terungkap, masyarakat dunia mulai bereaksi terhadap apa yang terjadi di Auschwitz.
Meskipun Nazi melarikan diri dan mencoba menutupi kejahatan, tapi mustahil untuk tidak mengetahui kekejaman yang sudah mereka lakukan. Suara dari korban dan penyintas hidup melalui testimoni yang diberikan.
Secara keseluruhan, enam juta Yahudi tewas dalam Holocaust. Saat ini, museum dan monumen peringatan di Auschwitz, menjaga sisa-sisa kejahatan Nazi – sebuah pengingat untuk mereka yang dibunuh dan sebagai bukti bagi orang-orang yang selamat.