Morandi, Pria yang Hidup Sendiri Selama 29 Tahun di Pulau 'Surga'

By Gregorius Bhisma Adinaya, Selasa, 12 Februari 2019 | 10:00 WIB
Siluet Morandi membelakangi matahari terbenam—waktu favoritnya ketika dunia tampak menjadi tenang. & (Michele Ardu)

Morandi adalah pembaca setia, terutama selama bulan-bulan musim dingin. (Michele Ardu)

"Aku tidak akan pergi," kata Morandi. "Aku berharap meninggal di sini, dikremasi, dan abuku bertebaran bersama angin."

Dalam tahun yang sama, taman nasional itu menentang hak Morandi untuk hidup di pulau tersebut, namun publik segera meresponsnya. Petisi yang memprotes penggusurannya berhasil mengumpulkan lebih dari 18.000 tanda tangan, yang efektif menekan politisi lokal untuk menunda pengusirannya tanpa batas waktu.

"Aku tidak akan pergi," ucap Morandi. "Aku berharap meninggal di sini, dikremasi, dan abuku bertebaran bersama angin."

Ia meyakini, semua kehidupan pada akhirnya akan bertemu kembali dengan Bumi—bahwa kita semua adalah bagian dari energi yang sama. Orang-orang Stoa dari Yunani kuno menyebutnya sebagai sympatheia, keyakinan bahwa dunia ini adalah kesatuan organisme hidup yang tak terpisahkan dan saling berkesinambungan tanpa akhir.

Cahaya matahari menyinari teras Morandi, tempat dia suka bersantap malam dan membaca selama musim panas. (Michele Ardu)

Keyakinan tentang keterkaitan tersebut mendorong Morandi untuk bertahan di Budelli tanpa kompensasi apa pun. Setiap hari ia mengumpulkan sampah plastik yang terdampar di pantai dan berkutat dengan flora dan fauna.

Di luar keengganannya untuk bergaul dengan manusia, ia menjaga pantai-pantai Budelli dengan semangat dan mengedukasi pengunjung tentang ekosistem dan bagaimana cara melindunginya.

"Aku bukan ahli botani atau ahli biologi," kata Morandi. "Ya, aku tahu nama-nama tanaman dan hewan, tetapi pekerjaanku jauh berbeda. Menjaga tanaman adalah pekerjaan teknis, sedangkan aku berusaha membuat orang-orang mengerti mengapa tumbuhan butuh hidup."

"Aku ingin orang-orang mengerti bahwa kita harus mencoba tidak melihat keindahan, tetapi merasakan keindahan dengan mata tertutup."

Morandi percaya bahwa mengajari orang-orang bagaimana melihat keindahan akan menyelamatkan dunia dari eksploitasi secara lebih efektif ketimbang dengan cara-cara yang saintifik.

Baca Juga : Mengapa Kita Mengalami Cegukan dan Bagaimana Mengatasinya?

"Aku ingin orang-orang mengerti bahwa kita harus mencoba tidak melihat keindahan, tetapi merasakan keindahan dengan mata tertutup," tambahnya.

Musim dingin di Budelli sangat indah. Morandi bertahan dalam rentang waktu yang cukup panjang—20 hari lebih—tanpa kontak dengan manusia.