Morandi, Pria yang Hidup Sendiri Selama 29 Tahun di Pulau 'Surga'

By Gregorius Bhisma Adinaya, Selasa, 12 Februari 2019 | 10:00 WIB
Siluet Morandi membelakangi matahari terbenam—waktu favoritnya ketika dunia tampak menjadi tenang. & (Michele Ardu)

Ia menemukan pelipur lara dalam introspeksi sunyi yang menghampirinya. Ia sering kali duduk di pantai hanya bertemankan suara angin dan ombak yang membungkam kesunyian.

Morandi menghabiskan berjam-jam melihat laut. Dia yakin Pulau Budelli adalah saripati keindahan. (Michele Ardu)

"Aku seperti berada di dalam penjara di sini," ujarnya. "Tetapi penjara yang kupilih sendiri untuk diriku," lanjutnya.

Morandi melewatkan waktu dengan beragam pencarian kreatif. Ia memahat kayu juniper menjadi patung, membuat wajah-wajah yang tersembunyi dalam bentuk-bentuk samar.

Ia membaca dengan tekun dan merenungkan kebijaksanaan filsuf-filsuf Yunani dan sastrawan-sastrawan berbakat. Ia mengambil banyak foto pulau tersebut, mengagumi bagaimana pulau itu berubah dari jam ke jam, musim ke musim.

Semua itu bukanlah perilaku aneh bagi orang-orang yang menghabiskan waktu lama sendirian. Para ilmuwan sejak lama menyatakan bahwa kesendirian dapat membangkitkan kreativitas, sebagaimana telah dibuktikan oleh sejumlah seniman, penyair, dan filsuf sepanjang masa yang menghasilkan mahakarya mereka saat mengasingkan diri dari masyarakat.

Manfaat kesendirian mungkin tak menguntungkan secara universal. "Kesendirian bisa mengakibatkan stres tinggi bagi golongan masyarakat berteknologi maju yang telah dilatih untuk percaya bahwa kesendirian harus dihindari," jelas Pete Suedfeld dalam Loneliness: A Sourcebook of Current Theory, Research and Therapy.

Morandi mengumpulkan tanaman obat di belakang rumahnya. (Michele Ardu)

Tetapi masih ada budaya-budaya di dunia yang menjadikan kehidupan menyendiri sebagai tradisi yang dihormati. Monastisisme Buddhis misalnya, lebih mendorong pengabdian spiritual dan pencarian ilmiah ketimbang mencari kesenangan jasmaniah.

Tetapi di tengah lajunya arus globalisasi, kemampuan manusia untuk mengalami kesendirian yang sejati mungkin hanyalah sesuatu dari masa lalu. Merespons pembangunan yang meningkat di wilayah tersebut, sebuah perusahaan internet membangun jaringan Wi-Fi di Budelli, yang menghubungkan Morandi dan kepingan surga tercintanya dengan dunia melalui media sosial.

Morandi seringkali membagikan foto-foto Matahari terbit dan tenggelam, langit berbadai, dan mikro organisme berwarna pink, dan sejumalh foto lain.

Mauro Morandi telah tinggal sendirian di Pulau Budelli selama 28 tahun. (Michele Ardu)

"Aku rasa foto-foto yang kubagikan dalam Google Maps telah dilihat hampir oleh 600.000 orang," ucap Morandi.

Menggunakan bentuk baru komunikasi ini adalah bentuk kelonggaran Morandi demi tujuan yang lebih besar, yakni untuk memfasilitiasi ikatan antara orang-orang dan alam dengan mengekspos mereka pada keindahan alam. Sebuah ikatan yang Morandi harap, dapat memotivasi orang-orang untuk peduli terhadap planet yang mulai 'layu'.

Baca Juga : Beberapa Profesi Ini Memiliki Dampak Stres Tinggi, Bagaimana dengan Profesi Anda?

"Cinta adalah konsekuensi mutlak dari kecantikan dan sebaliknya," kata Morandi. "Saat kamu mencintai seseorang begitu dalam, kamu akan melihat dia begitu indah, tetapi bukan karena keindahan fisik. Kamu berempati dengannya, kamu menjadi bagian dari dirinya dan dia menjadi bagian dari dirimu. Sama halnya dengan alam."

Selama bertahun-tahun di pulau itu, Morandi mengatakan bahwa dia tidak pernah sakit. (Michele Ardu)