Guru diminta introspeksi?
Berbeda dengan Lizzie, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, melihat bahwa guru berperan dalam kasus seperti ini, sehingga diminta ‘introspeksi diri’.
"Bagaimana dia bisa tampil berwibawa, disegani oleh siswa. Karena guru itu juga teladan. Contoh, kalau guru sudah diinjak oleh anak seperti itu, bagaimana dia bisa menjadi contoh siswa-siswanya," paparnya kepada wartawan di Jakarta.
Muhadjir juga menekankan guru berkewajiban “menjamin bahwa anak-anak yang memiliki perilaku khusus seperti itu harus ditangani dengan baik."
Psikolog dan komisioner Komnas Anak, Lizzie, menyebut bahwa salah satu cara untuk meredam fenomena ini adalah dengan mengajarkan anak untuk berpikir kritis.
Hal ini dilakukan agar informasi yang diterima, “disaring terlebih dahulu dan tidak diambil bulat-bulat, sehingga berbagai hak yang mereka tahu (dari sosmed, TV) juga diikuti kesadaran adanya batasan dan tanggung jawab.”
Dan menurutnya salah satu cara agar anak tahu berbagai batasan adalah melalui didikan dari rumah, yang ironisnya saat ini juga sedang mengalami perubahan di Indonesia.
“Nilai keluarga semakin berkurang. Kalau dulu kan sangat tradisional. Bapak bekerja, ibu di rumah. Waktu lebih banyak bersama anak. Sekarang teknologi ambil banyak waktu dari mereka. Sehingga kedekatan, bonding, menghormati, kesantunan, yang jadi struktur keluarga sekarang hampir hilang.”
Berakhir damai, tapi…
Dengan kompleksnya kondisi di balik fenomena ‘siswa menantang guru’ ini, penyelesaian masalah masing-masing kasus cenderung ‘hanya’ berujung kesepakatan damai, tanpa merunut akar masalah.
Untuk kasus SMP PGRI Wringianom, Gresik, siswa bersama orang tuanya, dan Nur Khalim bermediasi di Mapolsek Wringinanom, Gresik.
"Ke depan saya akan membimbing anak saya sepenuh hati terus-menerus sampai jenjang sekolah selesai," ujar orang tua si siswa, Slamet Riyanto kepada Nur Khalim.