Sakuntala, Sari Jamu Kunyit Nan Segar dari Desa Bengkala Bali

By National Geographic Indonesia, Senin, 25 Februari 2019 | 12:50 WIB
Pengolahan kunyit. (Kurniawan Mas'ud)

Jika sebelumnya masyarakat menjual langsung kunyit dengan hasil yang sekian rupiah, PT Pertamina (Persero) dan FlipMas berupaya mencari cara untuk menghasilkan pendapatan lebih dari kunyit. Maka, dilakukanlah program pelatihan membuat Sari Jamu Kunyit Bengkala (Sakuntala).

Kunyit yang telah diproses, dimasukan ke dalam kemasan. (Kurniawan Mas'ud)

“Waktu baru berjalan KEM ini, saya belajar membuat Sakuntala dari Ibu Eka dan Ibu Maria dari FlipMas Ngayah Bali. Dulu, dapur ini belum ada. Jadi, pelatihannya masih di bangunan sederhana dari papan, masih bangunan darurat. Pelatihan itu pun bareng sama pelatihan lain; buat kue-kue, jajanan, rengginang, sampai jamu,” cerita Mbok Sami.

Pada masa pelatihan, ada lima orang yang belajar cara membuat Sakuntala. Namun, kini, tersisa empat orang, yaitu Mbok Sami sendiri, Ni Made Budewati (kolok), Luh Dewi, dan Komang Handayani.

Produksi Sakuntala dilakukan di dapur KEM Kolok Bengkala dalam waktu 1-2 kali dalam seminggu. Selain kunyit yang ditanam sendiri, bahan-bahan lain yang diperlukan, di antaranya asam, gula tebu, gula merah, dan garam. Kunyit itu sendiri kini ditanam di beberapa lahan terpisah di kawasan KEM. Cara bertanam yang digunakan oleh masyarakat Bengkala adalah sistem tanah campuran. Artinya, mereka menggabungkan lahan untuk menanam kunyit dengan pohon pisang.

“Kunyit ada di halaman depan dan bagian belakang KEM dekat kandang ternak. Lahannya masing-masing sekitar 5 x 5 m2. Ditanamnya berbarengan dengan pohon pisang, supaya tanaman kunyit tidak kepanasan, bisa berteduh di bawah daun-daun pisang. Kadang-kadang, daun pisang yang gugur juga bisa jadi pupuk buat tanah,” kata Mbok Sami. Entah apakah sistem tanam itu benar, tetapi masyarakat lokal percaya itu.

Sementara, sistem bertani yang digunakan masih menggunakan sistem bertani tradisional. Mereka menggali dengan cangkul, membuat pupuk dari kotoran hewan ternak atau kompos tanaman, dan memanen sendiri dengan tangan. Tanaman kunyit bisa dipanen sekitar 8-18 bulan, untuk hasil kunyit yang lebih besar dibandingkan umur kunyit 7-8 bulan.

Mbok Sami. (Kurniawan Mas'ud)

Untuk membuat sekitar 100 botol dalam satu kali produksi, dibutuhkan kunyit sekitar 3 kg. Mbok Sami biasanya kini hanya memanen kunyit sesuai dengan kebutuhan pembuatan Sakuntala. Sebab, jika kunyit dipanen seluruhnya dalam waktu yang bersamaan dan tidak langsung dipakai, ia akan membusuk dan tersia-sia.

Cara pembuatan Sakuntala sebetulnya sederhana. Hanya dibutuhkan waktu beberapa jam untuk menumbuk dan menghaluskan kunyit, merebusnya dalam air bersama bahan-bahan lain selama hampir 1 jam, mematangkannya, mendinginkannya, lalu memasukkannya dalam kemasan botol. Semua dilakukan secara manual. Setelah siap dalam botol dan sudah didinginkan, Sakuntala bisa didistribusikan ke warung-warung di sekitar desa atau sekadar dijual di mesin pendingin yang ada di KEM. Minuman Sakuntala ini bisa bertahan hingga 10 hari.

Bagi Kalau dijual keluar, dapat 2 karung kunyit. Kalau ditimbang, beratnya bisa sampai 30 kg. Ada orang yang suka beli borongan dengan harga Rp200.000.

Baca Juga : Kelokan dan Keelokan Nusa Bunga

Dalam sehari, para perempuan yang bekerja membuat jamu mendapatkan pendapatan sekitar Rp40.000. Sementara, untuk pendapatan dari penjualan minuman Sakuntala itu sendiri, hasilnya jauh lebih baik ketimbang jika menjual kunyit langsung.

“Hasilnya bisa lebih dari 2 kali lipat lebih banyak kalau jualnya dalam bentuk Sakuntala,” ujar Mbok Sami senang.

Di waktu yang akan datang, produksi jamu kunyit Sakuntala ini dapat lebih rutin lagi dengan hasil yang lebih berlipat-lipat ganda. Harapannya, peningkatan ekonomi melalui Sakuntala ini tidak hanya dirasakan oleh individu si pembuat jamu, tetapi juga anggota KEM Kolok Bengkala dan masyarakat Desa Bengkala secara keseluruhan.

Penulis: Astri Apriyani