Kebakaran Hutan di Indonesia Pada 1997 Membuat Tubuh Anak-anak Lebih Pendek

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 25 Februari 2019 | 14:07 WIB
Ilustrasi kebakaran hutan. (ePhotocorp/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Pada 1997, Indonesia mengalami serangkaian kebakaran hutan, tercatat sebagai yang paling buruk dalam sejarah.

Dalam peristiwa tragis tersebut, hampir 11 juta hektar lahan terbakar dengan asap dan kabut yang menyebar hingga ke negara tetangga seperti Brunei, Thailand, Vietnam, dan Filipina.

Polusi udara saat itu, sangat buruk sehingga memengaruhi perkembangan generasi selanjutnya.

Baca Juga : Menjelajahi Sundarbans, Hutan Mangrove Terbesar yang Ada di Dunia

Sebuah penelitian menemukan bukti bahwa anak-anak yang masih berada di dalam kandungan pun terpapar asap beracun dari kebakaran hutan. Membuat mereka tumbuh lebih pendek beberapa sentimeter dari generasi sebelumnya.

Penemuan ini menunjukkan bahwa udara yang beracun mampu terserap ke pasokan oksigen janin, menyebabkan mereka lahir dengan berat badan rendah dan tubuh yang lebih pendek.

“Sementara penelitian sebelumnya memaparkan dampak kematian akibat kebakaran hutan, kami justru menunjukkan bahwa mereka yang berhasil selamat juga menderita kerugian besar yang tidak dapat dipulihkan,” tulis peneliti.

Diketahui bahwa polusi udara dapat berdampak pada kesehatan manusia, terutama anak-anak. Dan menurut studi terbaru, pengaruh kebakaran hutan ternyata lebih berbahaya dari yang dibayangkan sebelumnya.

Kebakaran 1997 bersifat sangat merusak. Di waktu yang bersamaan, ia melepaskan sulfida, dinitrogen oksida, dan abu dalam jumlah besar ke udara–menyumbang seperempat dari semua emisi karbon di dunia. Pencemaran udara pun tak terhindari.

Saking parahnya polusi udara yang terjadi, saat itu, bernapas pun seperti mengisap 20 rokok.

Sekarang, diperkirakan ada 20 juta orang yang kesehatannya masih dipengaruhi kebakaran hutan 1997.

Sebagai bagian dari studi, para ilmuwan di Duke University meneliti 560 orang yang terkena dampak kebakaran tersebut. Saat itu, mereka masih berada dalam janin atau berusia kurang dari enam bulan.

Menganalisis data mengenai paparan asap kebakaran terhadap janin, serta data gizi, informasi genetik, beserta faktor sosial lainnya, para peneliti menemukan fakta bahwa anak-anak yang lahir selama periode tersebut, lebih pendek 3,3 sentimeter.

Baca Juga : Limpasan Banjir Cemari Great Barrier Reef, Terumbu Karang Terancam Rusak

Para peneliti berpendapat, pembakaran hutan untuk membersihkan lahan sehingga bisa digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, ternyata memberikan lebih banyak kerugian dibanding manfaat.

Indonesia sendiri mengalami kerugian besar akibat kebakaran tersebut. The Economy and Environment Programme for Southeast Asia (EEPSEA) memperikirakan, kerugian total mencapai 5-6 miliar dollar AS atau sekitar 70,3-84,3 triliun rupiah.

“Mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek, pada akhirnya menghasilkan polusi udara yang menyebabkan dampak kesehatan jangka panjang dan tidak dapat diubah,” ungkap tim peneliti dalam studi mereka yang dipublikasikan pada jurnal PNAS.