Roti Berbiang Air Kencing di Kamp Tawanan Jepang untuk Bertahan Hidup

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 19 Maret 2019 | 08:05 WIB
Tiga tawanan perang asal Australia sedang memasak nasi goreng di atas arang membara. (Lieutenant R. J. Buchanan/Australian War Memorial)

Ereveld Leuwigajah di Cimahi, permakaman bagi warga sipil dan militer yang umumnya tewas di dalam kamp tawanan Jepang. (Tropenmuseum/Wikimedia Commons)

Pada akhirnya, mereka berhasil memproduksi roti kadet untuk 10.000 tawanan. Setiap orang mendapatkan roti dengan berat hanya sekitar 110-150 gram! Pabrik roti itu bisa lestari berproduksi asalkan tersedia gandum, minyak, kayu bakar—dan air kencing.

Baca Juga : Sindrom Mayat Berjalan, Ketika Seseorang Berpikir bahwa Ia Sudah Meninggal

Kisah pengalaman hidup sebagai tawanan Jepang itu ditulis sangat teliti oleh Nio. Kisah tentang kehidupan di dalam kamp tersebut merupakan warisan langka, tidak banyak orang yang menulis. Catatan hariannya diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Dalem Tawanan Djepang (Boekit Doeri-Serang-Tjimahi): Penoetoeran Pengidoepan Interneeran Pada Djeman Pendoedoekan Djepang. Buku itu pertama kali diterbitkan oleh Lotus Company pada1946. Sekitar 62 tahun kemudian, Komunitas Bambu menerbitkan ulang buku ini. 

Nio mengakhiri kisahnya, para tawanan menandai produksi roti berbiang air kencing yang ke-1.000.000 dengan meyisipkan selembar bon persenan satu kaleng mentega. “Sebagai tanda-peringetan!”