Yang Terjadi Setelah Delapan Tahun Bencana Nuklir Fukushima di Jepang

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 15 Maret 2019 | 12:02 WIB
Gempa dan tsunami besar pada 2011 menyebabkan bencana nuklir Fukushima. (RyuSeungil/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id – Pada 11 Maret 2011, delapan tahun lalu, gempa bumi bermagnitudo 9 mengguncang Jepang yang kemudian menimbulkan tsunami dan menewaskan 15.896 orang. Itu merupakan gempa terkuat yang pernah tercatat di Asia.

Gempa tersebut juga menyebabkan kecelakaan pada reaktor Fukushima–tercatat sebagai bencana nuklir terbesar kedua setelah peristiwa Chernobyl pada 1986.

PLTN Fukushima sendiri memiliki enam reaktor nuklir. Pada Maret 2011, reaktor 4 terisi bahan bakar, sementara reaktor 5 dan 6 sedang ‘didinginkan’ dan dalam keadaan mati karena proses pemeliharaan.

Saat gempa bumi melanda, reaktor 1, 2 dan 3 mati secara otomatis. Generator darurat pun aktif untuk mencegah reaktor meleleh. Namun, tak lama kemudian, tsunami melanda wilayah tersebut.

Baca Juga : Facebook, Instagram, dan Whatsapp Down Berjam-jam, Ini Penyebabnya

Gelombang raksasa menghantam dinding pembatas, membanjiri, dan mematikan generator darurat di PLTN Fukushina.

Selama beberapa hari berikutnya, reaksi antara air dan bahan bakar menyebabkan pembentukan gas hidrogen yang akhirnya memicu ledakan. Atap reaktor 1,3, dan 4 yang meledak, melukai 16 orang.

Tanpa pendingin, inti reaktor meleleh dan materi nuklir kemudian bocor. Hasil penelitian memperkirakan jumlah kontaminasinya mencapai 42%.

Secara total, ada 37 pekerja yang mengalami cedera fisik dan dua lainnya memiliki luka bakar akibat radiasi.

Kontaminasi nuklir tetap ada di wilayah tersebut. Pada musim panas 2011, unsur-unsur radioaktif yang terukur ini mencemari tanah 1,6 hingga 4,6 kali lipat di atas batas. Tanahnya sendiri kemudian memengaruhi alam liar, mulai dari tanaman, jamur, dan hewan-hewan.

Para peneliti telah mengumpulkan data populasi alam liar ini sejak awal kejadian hingga saat ini. Meski begitu, mereka masih belum mengetahui seberapa tinggi toleransi organisme tersebut terhadap radiasi.

Menurut keterangan ilmuwan, terjadi penurunan keragaman burung, tiga tahun pascabencana nuklir Fukushima. Mereka pun menjadi lebih sensitif dibanding yang lainnya.

Hal yang sama terjadi pada populasi serangga. Jumlah mereka menurun dan beberapa mengalami mutasi berbahaya. Namun, hasil pengamatan ini masih jauh dari kata selesai karena peneliti masih mencari tahu kebenaran dan perkembangannya.

Tim ilmuwan telah melakukan dekontaminasi di perairan terdekat, tapi mereka gagal menghilangkan isotop radioaktif yang paling berbahaya. Hasil studi menunjukkan bahwa pasir di sepanjang garis pantai juga terkontaminasi.

Meski begitu, proses dekontaminasi fasilitas, perairan, dan area sekitar akan terus dilaksanakan. Upaya ini cukup menantang sehingga harus dilakukan dengan benar.

Baca Juga : Bisakah Manusia Bertahan Hidup Tanpa Tidur? Ini Penjelasannya

Tim berencana menghapus kontaminasi tanah yang melepaskan lebih dari 1 milisievert radiasi per tahun. Padahal, angka tersebut merupakan batas dosis tahunan. Diketahui bahwa sekitar 4 sieverts radiasi mampu membunuh seseorang.

Penonaktifan stasiun tenaga nuklir diperkirakan akan berlangsung selama beberapa dekade. Sementara itu, pembersihan bahan bakar di tiga reaktor yang mengalami kehancuran inti diperkirakan akan dimulai pada 2021.

Pembuatan sarkofagus yang sedang dilakukan di Chernobyl pun disarankan unttuk diterapkan di Fukushima. Meski pemerintah setempat belum berencana melakukannya tapi peneliti mengatakan seluruh fasilitas nuklir Fukushima harus diperkuat sehingga bisa lebih tangguh jika dihantan bencana alam ekstrem lainnya.