Ojek Makanan Balita, Cara Mulia Atasi Masalah Kekurangan Gizi

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 20 Maret 2019 | 17:03 WIB
Desi Anavianti, pengurus OMABA, siap mengantarkan paket makanan sehat ke balita kurang gizi. (Ade/National Geographic Indonesia)

Sayangnya, orangtua yang mendapat PMT Pemulihan, sering berbuat nakal. Beberapa dus biskuit dan susu tersebut tidak diberikan kepada anaknya yang mengalami kekurangan gizi, melainkan dijual kembali di warung-warung terdekat. Uangnya kemudian kembali dibelikan makanan tidak sehat seperti ciki, permen, bahkan rokok untuk sang ayah.

Melihat hal ini, Vita Phinera Wijaya, Ketua Komite Kesehatan Cisaranten Kidul, memutuskan untuk mengubah sistem tersebut pada tahun 2012. Berbekal spontanitas, Vita mengajak beberapa tetangganya untuk memasak makanan sehat yang ditujukan untuk balita gizi buruk.

Nasi campur sayur, salah satu makanan sehat dari OMABA. (Ade/National Geographic Indonesia)

“Saya berpikir, kalau untuk balita gizi buruk, bukan makanan tambahan lagi yang dibutuhkan, tapi justru konsumsi pokok. Apalagi, orang tua mereka memiliki penghasilan yang rendah sehingga sulit memberi makan anak-anaknya,” ungkap Vita.

Perlu diketahui bahwa saat itu, jumlah gizi buruk di Kecamatan Gedebage mencapai 22 orang. “Jumlah itu sudah termasuk kejadian luar biasa, lho. Sangat banyak. Seharusnya, setiap daerah sudah bebas gizi buruk,” tambah Vita.

Infak tenaga

Mengusung nama Ojek Makanan Balita (OMABA), Vita kemudian mengajak sembilan ibu-ibu di wilayahnya untuk memasak dan mengantarkan makanan sehat bagi anak-anak yang mengalami gizi buruk. Tak hanya itu, ojek yang bertugas, harus memastikan makanan bergizi yang mereka buat, benar-benar dikonsumsi oleh balita gizi buruk dengan membantu menyuapinya.

Semua kegiatan dilakukan secara sukarela: kegiatan memasak dilakukan di dapur masing-masing dan motor yang digunakan untuk mengantar paket makanan juga milik pribadi.

Ice Irianingsih, salah satu anggota yang sudah bergabung dengan Vita sejak awal OMABA berdiri, mengatakan bahwa hal tersebut tidak pernah menjadi masalah. Baginya, jerih payah di OMABA adalah contoh bentuk amal yang bisa dilakukan. “Saya menganggap ini sebagai infak tenaga,” ujar Ice.

Mulai dari setengah enam pagi, Ice bersama dengan pengurus OMABA lainnya sudah mulai berkegiatan. Beberapa di antaranya pergi ke kebun untuk memetik sayuran yang menjadi bahan masakan hari itu. Jika bahan baku tidak tersedia di kebun, maka mereka berbagi tugas untuk membelinya di pasar.

Dengan sepeda motor bantuan dari PT Pertamina, pengurus OMABA lebih mudah dalam mengirim makanan. (Ade/National Geographic Indonesia)

Proses memasak biasanya membutuhkan waktu 2,5 jam. Pukul delapan pagi, dua orang yang bertugas sebagai ojek, harus sudah siap mengantar makanan tersebut ke rumah anak-anak dengan gizi buruk. Meski begitu, tak dapat dimungkiri bahwa terkadang ibu-ibu ini harus mulai menyiapkan makanan sejak malam hari.