Dampak Makan Daging Terhadap Perubahan Iklim, Tidak Seperti yang Dibayangkan?

By National Geographic Indonesia, Minggu, 24 Maret 2019 | 09:05 WIB
(Olha Rohulya/Getty Images/iStockphoto)

Saya menunjukkan kesalahan ini dalam sebuah pidato kepada sesama ilmuwan di San Francisco pada 22 Maret 2010, yang menyebabkan membanjirnya liputan media. Sebagai catatan, FAO segera mengakui kesalahannya. Sayangnya, klaim awal agensi tersebut bahwa ternak bertanggung jawab atas bagian terbesar dari emisi gas rumah kaca dunia telah menerima pemberitaan luas. Hingga hari ini, kami berjuang untuk merevisi pemberitaan tersebut.

Dalam laporan penilaian terbarunya, FAO memperkirakan bahwa ternak menghasilkan 14,5% dari emisi GRK global yang berasal dari kegiatan manusia. Tidak ada penilaian lengkap yang sebanding untuk sektor transportasi secara keseluruhan. Namun, seperti yang telah ditunjukkan oleh Steinfeld, emisi langsung dari transportasi versus ternak bisa dibandingkan, dan hasilnya 14% dari emisi transportasi berbanding 5% dari peternakan.

Berhenti mengkonsumsi daging tidak akan menyelamatkan lingkungan

Banyak orang masih mempercayai bahwa mengurangi konsumsi daging menjadi satu kali seminggu akan membuat perbedaan yang signifikan terhadap lingkungan. Tetapi menurut sebuah studi baru-baru ini, bahkan jika orang Amerika menghilangkan semua protein hewani dari diet mereka, mereka hanya akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 2,6%. Menurut penelitian kami di University of California, Davis, jika praktik Senin Tanpa Daging diadopsi oleh semua orang Amerika, kita hanya akan melihat pengurangan emisi GRK sebesar 0,5%.

Selain itu, perubahan teknologi, genetik, dan manajemen yang telah terjadi di pertanian Amerika selama 70 tahun terakhir telah membuat produksi ternak lebih efisien dan menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca. Menurut basis data statistik FAO, total emisi gas rumah kaca langsung dari peternakan AS telah menurun 11,3% sejak 1961, sementara produksi daging ternak meningkat lebih dari dua kali lipat.

Baca Juga : 1.600 Tamu Menjadi Korban Rekaman Kamera Tersembunyi di 30 Penginapan

Permintaan atas daging meningkat di negara-negara berkembang, dengan tingginya permintaan dari kawasan Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Tenggara. Tetapi konsumsi daging per kapita di wilayah ini masih tertinggal apabila dibandingkan dengan negara maju. Pada tahun 2015, rata-rata konsumsi daging per kapita tahunan di negara-negara maju adalah 92 kilogram, bandingkan dengan 24 kilogram di Timur Tengah dan Afrika Utara dan 18 kilogram di Asia Tenggara.

Namun, mengingat pertumbuhan populasi yang diperkirakan akan tumbuh pesat di negara berkembang, tentu akan ada peluang bagi negara-negara seperti Amerika Serikat untuk membawa praktik pemeliharaan ternak berkelanjutan mereka ke negara berkembang.

Harga dari industri peternakan

Menghapus peternakan dari sektor pertanian Amerika Serikat akan menurunkan sedikit emisi gas rumah kaca, tetapi juga akan membuat lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi. Banyak kritik mengatakan jika petani hanya memelihara tanaman, mereka dapat menghasilkan lebih banyak makanan dan lebih banyak kalori per orang. Tetapi manusia juga membutuhkan banyak nutrisi mikro dan makro yang penting untuk kesehatan.

Sulit untuk membuat argumen yang meyakinkan bahwa Amerika Serikat memiliki defisit kalori, mengingat tingginya angka nasional obesitas orang dewasa dan anak. Selain itu, tidak semua bagian tanaman dapat dimakan atau diinginkan. Memelihara ternak adalah cara untuk menambah nilai gizi dan nilai ekonomis pada tanaman pertanian.

Sebagai salah satu contoh, energi pada tanaman yang dikonsumsi ternak paling sering terkandung dalam selulosa, yang tidak dapat dicerna manusia dan banyak mamalia lainnya. Tetapi sapi, domba, dan hewan lainnya dapat memecah selulosa dan melepaskan energi matahari yang terkandung dalam sumber daya yang luas ini. Menurut FAO, sebanyak 70% dari semua lahan pertanian secara global adalah tanah yang hanya dapat digunakan sebagai lahan penggembalaan untuk ternak.

Baca Juga : Seekor Paus Terdampar di Bali, Ditemukan dengan Kondisi Gigi Hilang

Populasi dunia saat ini diproyeksikan mencapai 9,8 miliar orang pada tahun 2050. Memberi makan orang sebanyak ini akan menimbulkan tantangan besar. Daging lebih padat nutrisi per sajian daripada pilihan vegetarian, dan hewannya sebagian besar mengkonsumsi makanan yang tidak cocok untuk manusia. Memelihara ternak juga menawarkan penghasilan yang sangat dibutuhkan bagi petani skala kecil di negara berkembang. Di seluruh dunia, ternak menyediakan mata pencaharian bagi 1 miliar orang.

Perubahan iklim menuntut perhatian cepat, dan industri peternakan meninggalkan jejak lingkungan besar secara keseluruhan yang mempengaruhi udara, air, dan tanah. Hal ini, dikombinasikan dengan populasi dunia yang meningkat pesat, mendorong kita untuk terus bekerja demi efisiensi yang lebih besar dari industri peternakan. Saya percaya tempat untuk memulai semua itu adalah dengan fakta berbasis sains.

Frank M. Mitloehner, Professor of Animal Science and Air Quality Extension Specialist, University of California, Davis

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.