Maria Loretha, Sorgum, dan Kisah Pengorbanan Nyawa Tonu Wujo

By National Geographic Indonesia, Selasa, 26 Maret 2019 | 12:03 WIB
Maria Loretha (tanpa keranjang di kepala) berjalan bersama petani perempuan di Desa Likotuden. (Feri Latief)

Maka Tonu Wujo kemudian rela mengorbankan dirinya agar semua anggota keluarganya selamat dari bencana kelaparan. “Akhirnya mereka mengantar adik perempuannya ke ladang untuk dibuat upacara,” lanjut Romo Benya. Meski begitu, anggota keluarga Tonu Wujo juga dikisahkan sangat berat hati untuk mengorbanan saudarinya.

Biji sorgum. (Feri Latief)

Sebelum pengorbanan terjadi, Tonu Wujo berpesan bahwa nanti akan tumbuh semua jenis tanaman pangan seminggu setelah kematiannya. Kemudian masih dalam cerita yang sama, munculah berbagai tanaman pangan dari tubuhnya yang terbaring di ladang.

“Darahnya menjadi padi, tulang belulangnya menjadi sorgum. Sehingga disebut Wata Belolong (bahasa Lamaholot) karena dia tinggi seperti tulang-tulang,” cerita Romo Benya dengan penuh semangat. Ususnya menjadi jewawut, kuku dan rambutnya menjadi tanaman buah-buahan. Seperti tomat dan lain-lain.

Baca Juga : Jangan Keliru, Bahan-bahan Ini Tak Boleh Dipakai Mengobati Luka Bakar

“Ada benih padi yang dari darah disimpan, akhirnya berkembang sampai saat ini dikenal dengan benih padi Besi Pare Tonu Wujo di sini,” ucap Romo Benya.

Memasak olahan sorgum. (Feri Latief)

Hingga kini, benih Besi Pare Tonu Wujo masih menjadi benih andalan warga Flores Timur. Bagi masyarakat setempat, benih lokal lebih tahan hama dan lebih tahan ketika disimpan dalam jangka panjang. Meski begitu, waktu panennya tidak secepat dan sesering benih padi saat ini.

Dengan latar belakang kisah ini, tidak heran bila perjuangan Mama Tata mendapat tempat khusus di hati para petani Flores Timur.

Warga berkumpul dan berpesta menikmati hasil panen sorgum. (Feri Latief)

Baca Juga : Hati-hati, Inilah yang Akan Terjadi Jika Menelan Air Kolam Renang

Penulis: Feri Latief