Perjuangan Warga Lokal Melawan Abrasi di Pesisir Utara Pulau Madura

By Agni Malagina, Sabtu, 13 April 2019 | 09:00 WIB
Senja di Taman Pendidikan Bakau Labuhan. (Sigit Pamungkas)

Nationalgeographic.co.id - Desa Labuhan yang terletak di pesisir utara Pulau Madura merupakan sebuah desa kecil berpenduduk tak kurang dari 400 kepala keluarga di Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan. Alkisah, menurut kepercayaan warga, kampung di bibir pantai utara Madura dahulu merupakan tempat singgah kapal-kapal dagang dari Tiongkok dan Jawa yang membawa penumpang serta barang-barang kebutuhan sehari-hari dari berabad silam hingga paling tidak pertengahan abad 20.

Pesisir Labuhan memiliki garis pantai sepanjang hampir 2 kilometer, pasir berwarna krem dan putih halus dan pemandangan pantai dengan kegiatan warga yang berprofesi sebagai nelayan seolah menambah lengkapnya lanskap budaya di wilayah desa Labuhan.

Baca Juga : Kisah Anak-anak yang Tinggal di Dekat Taman Nasional, Lebih Sehat dan Makmur?

Sebagai desa yang terletak di bibir pantai, risiko abrasi pun menjadi ancaman bagi warga. Selama hampir 15 tahun, daratan pantai Labuhan sudah terkikis habis hampir 100 meter. Penyebabnya antara lain karena pantai tak lagi terlindungi oleh pohon bakau yang sempat ditebangi oleh masyarakat sekitar Kecamatan Sepulu untuk digunakan sebagai kayu bakar dan pakan ternak, serta menjadi lahan kritis sejak hektaran tambak udang windu era 1990an tutup dan terlantar.

Hal ini kemudian menyebabkan PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) di bawah pimpinan Kuncoro Kukuh (President/General Manajer) bergiat melakukan penanaman bakau pada tahun 2013 bersama Bupati Bangkala yang memimpin waktu itu, Makmun Ibnu Fuad.

Tak hanya itu, Pertamina bergerak bersama local hero desa Labuhan dan komunitas warga setempat untuk konservasi lingkungan wilayah tersebut. PHE WMO yang berkantor pusat di Gresik pun melakukan pendampingan intensif sejak tahun 2014 terkait pembibitan dan penanaman mangrove serta cemara laut bersama warga. Perusahaan minyak dan gas ini juga turut menginisiasi dan mendirikan Taman Pendidikan Bakau Labuhan (Labuhan Mangrove Education Park) yang dikelola oleh sebuah organisasi kelompok masyarakat desa Labuhan—Kelompok Tani Mangrove “Cemara Sejahtera”.

Menanam bakau bersama-sama. (Sigit Pamungkas)

Mohammad Sahril, seorang pria kelahiran Telaga Biru-Tanjung Bumi, empat puluh tujuh tahun silam, kini telah menjadi penduduk desa Labuhan setelah kembali dari perantauannya di negeri jiran. Ia sempat menjadi tenaga kerja di Malaysia sejak tahun 2000 sampai tahun 2002. Sekembalinya ke tanah air, ia merantau selama hampir 6 tahun di Pemanukan Jawa Barat. Selesai merantau ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan memulai karirnya sebagai perangkat desa pada tahun 2009. Perjumpaannya dengan pimpinan PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore mengubah hidupnya menjadi seorang pelopor pelestari lingkungan hidup di desanya.

“Saya pulang ingin membangun desa,” ujar Sahril. Bersama sembilan orang rekannya, diantaranya adalah Kepala Desa Labuhan—Supriyadi yang sering disebut Pak Klebun. Mereka memulai usaha penanaman bakau dan cemara laut. Usaha yang dimulai sejak tahun 2013 tersebut dimulai dengan kegiatan studi banding ke Mangrove Centre Tuban pada tahun 2014.

“Sebelumnya Pertamina telah memberi bantuan lampu navigasi tahun 2012. Lalu dengan bantuan Pertamina, kami berangkat belajar ke Tuban, di sana belajar pembibitan, penanaman. Lalu tahun 2015 ke Bali, di sana kami belajar bagaimana memanfaatkan mangrove. Bisa untuk dikonsumsi misal dimakan dan menjadi campuran kopi,” ujar Sahril yang saat ini menjadi pembina kelompok penanam mangrove dan cemara laut di desa Masaran, sisi barat Labuhan—Kelompok Payung Kuning (Pajong Koneng).

Tanaman bakau. (Sigit Pamungkas)

Tak lama setelah kunjungan ke Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Bali, mereka mulai mengembangkan penggunaan daun-daun muda bakau jenis Avicennia marina atau yang sering disebut ‘api-api’ untuk bahan makanan urab sayuran dan campuran kopi. “Ibu-ibu menggunakan daun muda dari jenis api-api dicampur kecambah dan kelapa parut yang dibumbui. Sedangkan bijinya digunakan untuk campuran kopi, Ustads Misnawar dan istrinya yang mengelola pembuatan kopi bakau, beliau juga ketua Kelompok Cemara Sejahtera,” jelas Sahril. PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore turut membantu dengan membeli produk kopi bakau Labuhan secara rutin setiap bulan ungkapnya lebih lanjut.