Perjuangan Warga Lokal Melawan Abrasi di Pesisir Utara Pulau Madura

By Agni Malagina, Sabtu, 13 April 2019 | 09:00 WIB
Senja di Taman Pendidikan Bakau Labuhan. (Sigit Pamungkas)

Selanjutnya, Sahril mengisahkan bahwa awal perjuangannya bersama rekan-rekannya bukanlah hal mudah. Terutama untuk mengajak masyarakat sekitar kawasan Labuhan untuk menghentikan penebangan bakau, monitoring wilayah supaya tidak ada penembakan burung, dan menjaga ekosistemnya. Tak lelah mereka membuat sosialisasi. “Kita libatkan langsung masayarakat. Sosialisasi, edukasi, memelihara, dan pemanfaatan. Saya selalu bilang, kalau mangrove itu tempat ikan dan kepiting bertelur. Kalau mereka bertelur kita bisa menangkap ikan dan menjualnya. Kalau mangrove ditebang nanti tidak ada ikan yang bertelur. Ya, saya bilang, mangrove itu tempat rejeki,” ujar Sahril ketika mengisahkan kendala-kendala yang ia hadapi.

Hutan bakau mengundang banyak ikan dan kepiting untuk bertelur. (Sigit Pamungkas)

“Kadang kami diejek juga, tapi ya jalan terus,” kenang Sahril. “Dari situ kami juga mengembangkan kepiting soka berkulit lunak. Sementara ini kelompok kami membeli bibit kepiting bakau dari warga di sekitar mangrove Labuhan, lalu kami ternakan di dalam bubu, dengan tehnik moulting (ganti kulit). Satu kepiting bibit menghasilkan satu kepiting soka, hasilnya sangat menguntungkan. Kami punya 1.500 bubu,” terang Sahril yang menceritakan tentang ternak kepiting soka yang ditekuni oleh kelompok Cemara Sejahtera. Ia menjelaskan bahwa pesanan-pesanan cukup banyak. Ternak kepiting soka mereka lakukan mulai akhir bulan Oktober selama musim air cukup. Sedangkan pada bulan Agustus hingga Oktober, mereka mengalami masa kekurangan air.

Dari kegiatan penanaman bakau dan cemara laut yang dilakukan oleh warga dengan pendampingan dari PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, kegiatan-kegiatan di tempat penanaman bakau Labuhan menjadi pusat edukasi. Tak lama setelah program penanaman bakau berlangsung, didirikanlah Taman Pendidikan bakau Labuhan (Labuhan Mangrove Education Park) yang bertujuan sebagai pusat edukasi bakau di Labuhan dan Kabupaten Bangkalan. Tak heran, Labuhan menjadi tujuan bagi siswa sekolah PAUD, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi untuk mengenal dan belajar tentang mangrove.

Sahril menyebutkan bahwa sejak tahun 2015 pusat penanaman bakau Labuhan telah menjadi tempat tujuan pendidikan bakau dan sifatnya terbatas. Sedangkan pada bulan September tahun 2016, tempat tersebut dibuka untuk umum. Hampir selama dua tahun Sekolah Mangrove Labuhan berkembang dan ramai dikunjungi penduduk lokal maupun luar kota. Jumlah kunjungan semakin ramai ketika Lebaran dan hari libur. “Jika hari sepi, rata-rata 50 sampai 100 orang pengunjung, kalau hari ramai musim libur dan Lebaran, ya itu ramai sekali,” ujar Sahril.

Belajar langsung di hutan Bakau. (Sigit Pamungkas)

Perkembangan Tempat Penanaman Mangrove Labuhan menjadi kisah sukses bagi Sahril dan rekan-rekannya yang mendapatkan insentif ekonomi cukup baik, anggota kelompoknya pun terus berkembang berbarengan dengan jumlah partisipasi warga yang terlibat. Sahril menyebutkan, ”Sekitar 50 orang anggotanya, kami bekerja sesuai kewajiban. Ada seksi administrasi, kuliner, keamanan, sampai parkir. Pembagian hasilnya jelas berdasarkan kesepakatan. Kami juga sudah membantu wilayah lain menanam mangrove seperti di Tanjung Bumi.”

Baca Juga : Atasi Kekumuhan, Warga Desa Doudo Ubah Sampah Jadi Sesuatu yang Bernilai

Lebih lanjut, menurutnya sejak tahun 2017 hingga saat ini mulai dilakukan pengembangan kawasan sebelah barat Labuhan yaitu desa Masaran untuk kawasan penanaman bakau, cemara laut dan konservasi terumbu karang. Semangatnya masih sama, menjadikan daerah bagian barat Labuhan menjadi daerah konservasi berbasis pemberdayaan masyarakat.

“Peran Pertamina sangat besar sampai saat ini, kami akan tetap menanam mangrove, hanya dengan cara itu kami melindungi diri dari abrasi. Mangrove menjadi tempat yang baik untuk ikan dan kepiting, juga menjadi tempat singgah migrasi burung-burung, penetralisir air, juga jadi tempat dengan sirkulasi udara yang baik,” jelas Sahril. Ia masih berharap dapat mencari bibit muda generasi penerus Labuhan yang akan melanjutkan kegiatan pelestarian di kawasan penanaman bakau Labuhan seluas 7 hektare tersebut. “Untuk masa depan kami dan anak cucu,” pungkasnya.