Nationalgeographic.co.id - Jari bertinta ungu sangat identik dengan Pemilihan Umum (Pemilu). Setelah mencoblos kandidat pilihan di bilik suara, Anda pasti diminta untuk mencelupkan jari ke tinta ungu oleh petugas. Ini dilakukan agar warga tidak melakukan pencoblosan dua kali.
Namun, sebenarnya dari mana asal usul celup tinta setelah pemilu dan negara mana saja yang melakukan metode ini?
Baca Juga : Mantan Serdadu Perang Napoleon Singkap Naskah Pecahnya Tambora
Dirangkum dari berbagai sumber, celup jari ke tinta ungu dipelopori oleh India pada 1962 setelah pada pemilu demokratis pertama pernah kecolongan dan mengalami masalah serius terkait pencurian identitas.
Saat itu, India menggunakan tinta khusus pemilu dari perusahaan Mysore Paints and Varnishes Ltd. Melansir Tribun News, perusahan ini juga mengimpor tinta ke beberapa negara seperti Malaysia, Turki, hingga Britania Raya (United Kingdom). Setelah India menerapkan metode celup tinta ungu, negara lain seperti Malaysia, Turki, Mesir, Filipina, Afganistan, dan Indonesia menerapkan cara ini.
Indonesia sendiri pertama kali melakukan metode celup tinta pada 1995 ketika sudah memasuki Orde Baru dan mulai memilih secara demokrasi dan menunjukkan pemilu benar-benar bersih.
Bahan pembuatan tinta pemilu
Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenper), tinta sidik jari pemilu memiliki beberapa spesifikasi khusus seperti memiliki daya lekat kuat pada kuku atau lapisan kulit air, tidak mudah terhapus air, air sabun maupun cairan mengandung klorin. Tinta pemilu juga mengandung senyawa Perak Nitrat yang membantu pelekatan warna pada lapisan kutikula kuku dan epidermis kulit.
"Daya lekat perak nitrat sangat kuat sehingga tinta yang mewarnai kulit maupun kuku tidak mudah hilang. Warna biru akan pudar atau hilang dengan sendirinya seiring dengan tumbuhnya lapisan kutikula atau epidermis kulit baru," papar keterangan Kemenper dalam situs resminya. Umumnya tinta pemilu akan hilang dalam waktu satu sampai tiga hari. Penggunaan senyawa perak nitrat (AgNo3) sebenarnya memiliki risiko untuk kesehatan. Selain menyebabkan iritasi kulit dan mata (jika terpecik), dalam jangka waktu panjang senyawa ini dapat memengaruhi sistem saraf.
Karena adanya risiko ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberi batasan maksimal untuk penggunaan AgNo3 menjadi 4 persen.
Kemenper bekerja sama dengan Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang untuk melakukan penelitian dan uji coba pembuatan tinta pemilu menggunakan bahan dasar gambir (Uncaria gambir (hunter) Roxb) dan dikombinasikan dengan zat warna alami seperti inai atau henna. Gambir merupakan bahan tinta yang bagus karena mengandung tanin yang mampu berikatan dengan protein. Selain itu, tanin juga berfungsi sebagai anti bakteri.
Dengan demikian, Kemenper mengklaim bahwa tinta pemilu yang kita gunakan berasal dari zat warna alami yang aman dan ramah lingkungan.
Baca Juga : Hikayat Rumah Perdesaan Milik Petinggi VOC di Palmerah
Bersertifikat halal
Bila Anda pernah mendengar bahwa tinta pemilu menghalangi sahnya wudhu, Anda tak perlu khawatir karena bahan yang digunakan bukan cat seperti kutek dan tidak menghalangi air wudhu di jari.
Kemenper juga menyebutkan, tinta pemilu gambir yang digunakan di Indonesia telah mendapat Sertifikat Halal dari LPPOM MUI. Ini juga menjadi salah satu persyaratan untuk menggunakan tinta pemilu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Seluk Beluk Tinta Ungu Pemilu, dari India Hingga Bersertifikasi Halal". Penulis: Gloria Setyvani Putri.