Nationalgeographic.co.id - Kadang, hidup tampak seolah lewat begitu saja. Ketika kita masih anak-anak, waktu berlalu begitu saja, dengan perjalanan mobil tanpa akhir dan liburan musim panas yang tampaknya berlangsung selamanya. Akan tetapi sebagai orang dewasa, waktu tampaknya berlalu semakin cepat, dengan Lebaran dan ulang tahun kita tiba lebih cepat setiap tahunnya.
Namun mungkin kita tidak perlu merasa seperti ini. Kita mengalami waktu secara fleksibel, terasa lebih cepat dalam beberapa situasi dan melambat dalam situasi lain. Bahkan ada beberapa keadaan kesadaran yang berubah (seperti di bawah pengaruh obat-obatan psikedelik, dalam situasi traumatis, atau ketika atlet sedang “in the zone”/dalam zona perlombaan) saat waktu tampaknya luar biasa melambat.
Jadi mungkin dengan memahami proses psikologis di balik pengalaman waktu kita yang berbeda, kita mungkin bisa memperlambat segalanya.
Baca Juga: Alasan Psikopat Tak Bisa Mencintai Siapa pun, Termasuk Anaknya Sendiri
Dalam buku saya, Making Time, saya mengajukan sejumlah “hukum” dasar waktu psikologis, seperti yang dialami oleh kebanyakan orang. Salah satunya, waktu tampaknya semakin cepat seiring bertambahnya usia. Sedangkan yang lainnya, waktu tampaknya melambat ketika kita dihadapkan pada lingkungan dan pengalaman baru.
Kedua hukum ini disebabkan oleh faktor mendasar yang sama: hubungan antara pengalaman kita tentang waktu dan jumlah informasi (termasuk persepsi, sensasi, dan pikiran) yang diproses oleh pikiran kita. Semakin banyak informasi yang diterima pikiran kita, semakin lambat waktu yang berlalu.
Hal ini agak menjelaskan mengapa waktu berlalu begitu lambat untuk anak-anak dan tampaknya semakin cepat seiring bertambahnya usia. Bagi anak-anak, dunia adalah tempat yang menarik, penuh dengan pengalaman baru dan sensasi segar. Seiring bertambahnya usia, kita memiliki lebih sedikit pengalaman baru dan dunia di sekitar kita menjadi semakin akrab.
Kita menjadi tidak peka terhadap pengalaman kita, yang berarti kita memproses lebih sedikit informasi, serta membuat waktu nampak semakin cepat. (Faktor lain mungkin adalah aspek “proporsional”, yaitu bahwa seiring bertambahnya usia setiap periode merupakan proporsi yang lebih kecil dari kehidupan kita secara keseluruhan.)
Maka, pengalaman kita tentang waktu seharusnya meluas dalam lingkungan yang tidak dikenal, karena di sini pikiran kita memproses lebih banyak informasi daripada biasanya. Ketika Anda pergi ke negara asing, Anda jauh lebih sensitif terhadap lingkungan Anda. Semuanya asing dan baru, sehingga Anda lebih memperhatikan dan menerima lebih banyak informasi.
Hal itu sama dengan ketika Anda menghabiskan satu hari di sebuah kursus pelatihan, mempelajari hal-hal baru dengan sekelompok orang yang tidak dikenal. Rasanya lebih banyak waktu telah berlalu dibandingkan ketika Anda tinggal di rumah mengikuti rutinitas normal Anda.
Semua ini mengarah pada dua saran sederhana tentang bagaimana kita dapat memperluas pengalaman waktu kita.
Pertama, karena kita tahu bahwa familiaritas membuat waktu berlalu lebih cepat, kita dapat memperlambat waktu dengan mengekspos diri kita pada sebanyak mungkin pengalaman baru. Dengan bepergian ke tempat-tempat baru, memberi diri kita tantangan baru, bertemu orang-orang baru, memaparkan pikiran kita pada informasi baru, hobi dan keterampilan, dan sebagainya. Ini akan meningkatkan jumlah informasi yang diproses pikiran kita dan memperluas pengalaman kita tentang waktu yang berlalu.
Kedua, dan mungkin yang paling efektif, kita dapat memperlambat waktu dengan melakukan upaya sadar untuk menjadi lebih “sadar” (mindful) akan pengalaman kita. Mindfulness berarti memberikan seluruh perhatian kita pada sebuah pengalaman–pada apa yang kita lihat, rasakan, cicipi, cium, atau dengar–daripada pada pikiran kita.
Berada pada saat ini
Mindfulness berarti hidup dengan peka pada indera dan pengalaman kita alih-alih melalui pikiran kita. Ini adalah pendekatan yang berbeda untuk menghindari familiaritas–dan terjadi bukan dengan mencari pengalaman baru, tapi dengan mengubah sikap kita terhadap pengalaman kita.
Misalnya, ketika Anda mandi di pagi hari–alih-alih membiarkan pikiran Anda mengoceh tentang hal-hal yang harus Anda lakukan hari ini atau hal-hal yang Anda lakukan tadi malam, cobalah untuk membawa perhatian Anda ke momen ini, untuk benar-benar menyadari sensasi percikan air yang kemudian mengalir ke tubuh Anda dan rasa kehangatan dan kebersihan yang Anda rasakan.
Atau dalam perjalanan pulang dari bekerja di bus atau kereta api–daripada memikirkan semua masalah yang harus Anda selesaikan di tempat kerja, fokuskan perhatian Anda di luar diri Anda. Lihatlah langit, rumah-rumah dan bangunan yang Anda lewati dan sadari keberadaan diri Anda di sini, sedang berjalan di antara mereka.
Ketika Anda melakukan pekerjaan rumah seperti memotong rumput atau mencuci piring, jangan dengarkan musik di headphone Anda atau biarkan diri Anda melamun. Berikan perhatian Anda pada objek dan fenomena di sekitar Anda serta pada sensasi fisik yang Anda alami.
Baca Juga: Bagaimana Berita Palsu Bisa Memengaruhi dan Mendistorsi Pikiran Kita?
Satu hal yang akan Anda temukan adalah bahwa pekerjaan-pekerjaan ini akan terasa lebih menyenangkan. Anda juga akan menemukan bahwa sikap terbuka dan waspada terhadap pengalaman Anda ini memiliki efek memperluas pengalaman waktu, karena mindfulness meningkatkan jumlah informasi yang kita proses.
Dari sudut pandang ini, kita tidak harus menganggap waktu sebagai musuh. Sampai batas tertentu, kita dapat memahami dan mengendalikan pengalaman kita terhadap berlalunya waktu.
Banyak dari kita berusaha memastikan bahwa kita dapat hidup selama mungkin dengan makan makanan yang baik dan berolah raga, hal yang masuk akal. Namun, mungkin bagi kita untuk menambah jumlah waktu yang kita alami dalam hidup kita dengan cara lain–dengan memperluas pengalaman waktu kita.