Mantri Patra Meninggal Dunia Akibat Malaria di Pedalaman Papua, Ilmuwan Cina Raih Nobel Karena Obat Anti Malaria

By Moh Habib Asyhad, Senin, 24 Juni 2019 | 17:47 WIB
Patra Marinna Jauhari, seorang petugas medis yang menjalankan tugasnya di daerah pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. (Istimewa)

Nationalgeographic.co.id - Kisah pengabadian Patra Marinna Jauhari mantri kesehatan menjalankan tugasnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Wondama untuk melayani masyarakat yang tinggal di Kampung Oya, Distrik Naikere berakhir tragis.  Lelaki yang diketahui menjalankan profesi sebagai petugas kesehatan untuk Puskesmas Pembantu bagi masyarakat di pedalaman Papua itu meninggal dunia setelah sakit malaria.

Ia sudah bertugas selama empat bulan lebih. Ia pun sudah menjalin keakraban dengan masyarakat di Kampung Oya, Distrik Naikere, Teluk Wondama.

Kawasan Teluk Wondama memang dikenal sebagai daerah pandemi malaria. Ada sejumlah jenis malaria yang berkembang di daerah itu.

Baca Juga: Kisah Pilu Mantri Kesehatan Meninggal Dunia di Belantara Papua, Kenali Suku Asli yang Dilayaninya

Patra Marinna Jauhari, seorang petugas medis yang menjalankan tugasnya di daerah pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat saat terbaring sakit akibat malaria. (Istimewa)

Pada 2015 Tu Youyou ilmuwan Cina, diganjar Hadiah Nobel Kedokteran setelah menghasilkan diaartemisinin, sebuah obat anti-malaria yang dikembangkan berdasarkan pengobatan herbal khas masyarakat Cina kuno.

Tak hanya itu, Tu juga menjadi ilmuwan pertama yang memenangkan penghargaan itu di bidang sains. (Tu juga menjadi perempuan ke-12 yang berhasil meraih Nobel Kedokteran dari 210 peraih penghargaan itu sejak 1901.)

Baca Juga: Anjing Dapat Mendeteksi Malaria Pada Manusia Melalui Bau Kaus Kaki

Siapakah Tu?

Dilansir dari sumber yang sama, Tu yang kini berusia 84 tahun adalah Profesor Kepala di Akademi Pengobatan Tradisional Masyarakat Cina sejak 2000. Tu telah melalukan penelitian sejak 1970-an, di puncak periode Revolusi Kebudayaan Cina. Perlu diketahui, penelitian itu menjadi awal dalam penemuan artemisinin, yang secara pesat mengurangi jumlah kematian akibat penyakit malaria.

Patra Marinna Jauhari, seorang petugas medis yang menjalankan tugasnya di daerah pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat saat terbaring sakit akibat malaria. (Istimewa)
Tu ketika tahun 1950-an/The Guardian 

Saat ini obat yang dikembangkan Tu itu telah menjadi kombinasi dasar yang digunakan dalam pengobatan malaria. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 198 juta infeksi malaria pada 2013 yang menyebabkan 584 ribu kematian, sebagian besar merupakan anak-anak di Afrika.

Pencapaian yang diraih oleh Tu Youyou tentu menjadi sebuah kebanggan bagi masyarakat Cina. Sejumlah post yang bertuliskan kebanggaan itu pun bermunculan di media sosial, terutama media sosial khas China, Weibo.