Mengenal Jaran Kepang Khas Temanggung Melalui Festival Sindoro Sumbing

By Warsono, Rabu, 26 Juni 2019 | 10:10 WIB
Penampilan Tari Jathilan oleh anggota Karang Taruna Dusun Lamuk Gunung pada acara pembukaan Sarasehan Budaya Jaran Kepang. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Sarasehan Budaya Jaran Kepang di Dusun Lamuk Gunung ini bertemakan "Pemurnian Jaran Kepang Temanggung" dan bertujuan untuk mempertemukan berbagai pihak agar mengenal kembali Jaran Kepang Temanggung dan arah perkembangan Jaran Kepang selanjutnya tanpa keluar dari pakem dan nilai-nilai yang wajib dipegang.

Suasana Dusun Lamuk Gunung, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung dengan latar belakang Gunung Sumbing. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Dalam Sarasehan tersebut menampilkan empat narasumber, yaitu dosen Seni Pertujukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Dr. Slamet M. Hum, Kartika Mutiara Sari, Dosen Seni Pertunjukkan Dr. Kuswarsantyo M. Hum, dan Drs. Didik Nuryanto.

Menurut Slamet Jaranan artinya tiruan jaran atau kuda tiruan. "Jaranan Temanggung merupakan gaya Mataraman, lainnya gaya Majapahitan," ucapnya. "Gaya Mataraman itu langkah kakinya tinggi-tinggi."

Kartika juga menjelaskan tentang Tari Idakeb yang arttinya Inspeksi Daerah Kebudayaan. Awal mula tari ini adalah hasil komite penetapan Jaran Kepang sebagai Identitas Budaya pada 1972 yang diketuai Budayawan Bagong Kussudiardja. Tari ini mempunyai 45 ragam gerak.

Jaran Kepang Temanggung pertama kali tampil pada 1973 dengan menampilkan 400 penari. Pada 1975 tampil di acara pembukaan Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta dengan menampilkan 1.500 penari.

Kartika pada 2015 merevitalisasi tari Jaran Kepang Temanggung, yang kemudian dipentaskan di Museum Nasional. "Silakan berkembang tetapi rohnya Temanggung tetap dipertahankan," ujarnya.

Baca Juga: Pesan Teladan Kemajemukan Budaya dari Metropolitan Majapahit

Sementara itu, Kuswarsantyo berkata "Jaran Kepang tidak boleh alergi oleh pembaharuan, tidak boleh alergi oleh inovasi." Menurutnya Identitas kebudayaan ada tiga, dulu, masa kini, dan masa datang. Jathilan zaman now harus memperhatikan keinginan anak-anak saat ini agar jaran kepang tidak ditinggalkan.

Sedangkan Didik Nuryanto mengungkapkan kalau kreativitas memunculkan beberapa tarian jaran kepang, yaitu Jaran Kepang ponoragan, Jaran Kepang semi klasik, Jaran Kepang gerak dan lagu, Jaran Kepang tematik, dan Jaran Kepang kebali-balian.

Ada dua poin dari sarasehan yang disepakati oleh pembicara dan hampir 100 peserta dari 20 kecamatan di Temanggung, pertama penguatan identitas ikon kuda lumping atau jaran kepang Temanggung, dan kedua pembentukan tim perumus yang akan menetapkan gerak, kostum, dan alat musik dari kuda lumping atau jaranan Temanggung.