Mengenal Jaran Kepang Khas Temanggung Melalui Festival Sindoro Sumbing

By Warsono, Rabu, 26 Juni 2019 | 10:10 WIB
Penampilan Tari Jathilan oleh anggota Karang Taruna Dusun Lamuk Gunung pada acara pembukaan Sarasehan Budaya Jaran Kepang. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Yoga (25) sedang duduk di depan sebuah rumah yang menjadi tempat berkumpul para penari Jaran Kepang di Dusun Lamuk Gunung, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung. Ia telah selesai berias dan sudah menggunakan kostum tari Jaran Kepang Kolaborasi lengkap, sementara rekannya yang lain masih merias wajahnya masing-masing.

Yoga merupakan anggota karang taruna Dusun Lamuk Gunung. Ia bersama rekannya yang lain akan menampilkan tari Jaran Kepang Kolaborasi.

Baca Juga: Schumanniade, Gempita Sang Maestro Romantik di Jantung Jakarta

Jaran Kepang di dusun ini mempunyai tiga macam tari, "pertama Jathilan versi Jaran Kepang paling kuno yang ada di dusun sini, lalu Tari Idakeb, dan Jaran Kepang Kolaborasi," ujar Tri Supono, Perwakilan dari Karang Taruna Dusun Lamuk Gunung.

"Tari idakeb adalah yang asli dari Temanggung sini," ujarnya menambahkan.

"Jaran Kepang dengan berkembangnya zaman, kita Jaran Kepang dari Temanggung sini dikolaborasi dengan tari Bali, tari Ponorogo, dan lain sebagainya," ucapnya lagi.

Jaran kepang bukan hanya tarian, namun sekaligus menjadi ajang bersosialisasi dan berkreasi yang terus berkembang seiring zaman dengan sentuhan akulturasi dan asimilasi.

Perkembangan ini rupanya dinilai oleh para pemerhati seni budaya sebagai cukup membahayakan identitas asli Temanggung jika tidak dibarengi dengan penguatan pondasi pengetahuan, filosofi, dan nilai asli jaran kepang khas Temanggung.

Dua orang penari Jaran Kepang Kolaborasi saling membantu merias wajah. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Berangkat dari kekhawatiran tersebut, Festival Sindoro Sumbing memberikan wadah bagi pegiat seni Jaran Kepang, budayawan, penulis, pengrajin kostum, dan generasi penerus dengan cara yang tetap dekat dengan masyarakat yaitu Sarasehan Budaya dan Workshop Kostum Jaran Kepang yang diadakan di Dusun Lamuk Gunung pada 25 hingga 27 Juni 2019.

Festival Sindoro Sumbing yang sudah digelar sejak 9 Juni hingga 25 Juli 2019 berupaya memperkuat eksosistem kebudayaan lokal dari masyarakat sekitar Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yaitu Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo.

Festival ini didukung wadah Indonesiana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang dilaksanakan secara gotong-royong antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta.

Sarasehan Budaya Jaran Kepang di Dusun Lamuk Gunung ini bertemakan "Pemurnian Jaran Kepang Temanggung" dan bertujuan untuk mempertemukan berbagai pihak agar mengenal kembali Jaran Kepang Temanggung dan arah perkembangan Jaran Kepang selanjutnya tanpa keluar dari pakem dan nilai-nilai yang wajib dipegang.

Suasana Dusun Lamuk Gunung, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung dengan latar belakang Gunung Sumbing. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Dalam Sarasehan tersebut menampilkan empat narasumber, yaitu dosen Seni Pertujukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Dr. Slamet M. Hum, Kartika Mutiara Sari, Dosen Seni Pertunjukkan Dr. Kuswarsantyo M. Hum, dan Drs. Didik Nuryanto.

Menurut Slamet Jaranan artinya tiruan jaran atau kuda tiruan. "Jaranan Temanggung merupakan gaya Mataraman, lainnya gaya Majapahitan," ucapnya. "Gaya Mataraman itu langkah kakinya tinggi-tinggi."

Kartika juga menjelaskan tentang Tari Idakeb yang arttinya Inspeksi Daerah Kebudayaan. Awal mula tari ini adalah hasil komite penetapan Jaran Kepang sebagai Identitas Budaya pada 1972 yang diketuai Budayawan Bagong Kussudiardja. Tari ini mempunyai 45 ragam gerak.

Jaran Kepang Temanggung pertama kali tampil pada 1973 dengan menampilkan 400 penari. Pada 1975 tampil di acara pembukaan Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta dengan menampilkan 1.500 penari.

Kartika pada 2015 merevitalisasi tari Jaran Kepang Temanggung, yang kemudian dipentaskan di Museum Nasional. "Silakan berkembang tetapi rohnya Temanggung tetap dipertahankan," ujarnya.

Baca Juga: Pesan Teladan Kemajemukan Budaya dari Metropolitan Majapahit

Sementara itu, Kuswarsantyo berkata "Jaran Kepang tidak boleh alergi oleh pembaharuan, tidak boleh alergi oleh inovasi." Menurutnya Identitas kebudayaan ada tiga, dulu, masa kini, dan masa datang. Jathilan zaman now harus memperhatikan keinginan anak-anak saat ini agar jaran kepang tidak ditinggalkan.

Sedangkan Didik Nuryanto mengungkapkan kalau kreativitas memunculkan beberapa tarian jaran kepang, yaitu Jaran Kepang ponoragan, Jaran Kepang semi klasik, Jaran Kepang gerak dan lagu, Jaran Kepang tematik, dan Jaran Kepang kebali-balian.

Ada dua poin dari sarasehan yang disepakati oleh pembicara dan hampir 100 peserta dari 20 kecamatan di Temanggung, pertama penguatan identitas ikon kuda lumping atau jaran kepang Temanggung, dan kedua pembentukan tim perumus yang akan menetapkan gerak, kostum, dan alat musik dari kuda lumping atau jaranan Temanggung.