Bersama Ciptakan Kebaikan Untuk Bumi, Kolaborasi untuk Atasi Masalah Sampah di Indonesia

By National Geographic Indonesia, Selasa, 30 Juli 2019 | 10:45 WIB
Ilustrasi sampah plastik di laut (Magnus Larsson/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, Indonesia menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik dan sekitar 0,48-1,29 juta ton-nya diduga mencemari lautan. Dengan hasil studi tersebut, Indonesia disebut-sebut sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.

Sementara itu, data dari World Bank di 2018, juga menyatakan bahwa 87 kota di pesisir Indonesia berkontribusi pada 1, 27 juta ton sampah di laut.

Untuk mencari solusi dari masalah sampah plastik yang ada di Indonesia, Danone-AQUA bekerja sama dengan National Geographic Indonesia dan #SayaPilihBumi, menyelenggarakan sebuah diskusi menarik dengan tema “Bersama Ciptakan Kebaikan untuk Bumi” pada Jumat (26/7/2019), di Conclave Wijaya.

Baca Juga: Rebake, Salah Satu Solusi Jepang Atasi Masalah Limbah Makanan

Dalam kesempatan tersebut, Edi Susilo, Kepala Bidang Jejaring Inovasi Pariwisata Bahari Kemenko Maritim, menyatakan bahwa perlu kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi masalah sampah plastik.

“Kami juga perlu sinergi dari teman-teman komunitas dan pelaku usaha. Harapannya agar Indonesia tidak lagi menjadi penyumbang sampah laut terbanyak kedua di dunia, tapi justru menjadi negara terbersih kedua di dunia,” ungkapnya.

Community Gathering (Aditya Saktyono)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Agus Supriyanto, Kepala Seksi Bina Peritel Direktorat Pengolahan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemerintah sendiri memiliki kebijakan pengelolaan sampah rumah tangga yang meliputi pengurangan dan penanganan.

Pengurangan bisa dimulai dari unit terkecil seperti individu—misalnya dengan mulai memilah sampah di rumah untuk kemudian memanfaatkannya menjadi sesuatu yang bernilai. Namun, dalam skala besar, itu juga membutuhkan peran industri sebagai produsen.

“Salah satu target pengurangan adalah dengan proses daur ulang. Nah, ini sangat bergantung pada produsen, mulai dari perencanaan sampai akhir hidup kemasan. Yang kami inginkan, semua kemasan di Indonesia harus bisa didaur ulang. Kami ingin mendorong dan menggandeng pihak industri  agar bisa menerapkannya,” papar Agus.

Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone Indonesia, menjelaskan bahwa sejauh ini Danone-AQUA telah berupaya melakukan hal tersebut. Pada 1984, Danone-AQUA meluncurkan produk inovatif, AQUA Jugs, untuk mengurangi pemakaian plastik sekali pakai serta menjadi langkah awal ke arah bisnis yang lebih sirkular.

Kemudian, pada 1993, Danone-AQUA memperkenalkan AQUA PEDULI untuk upaya daur ulang. Dan sejak 2010, program daur ulang Danone-AQUA telah berhasil mengumpulkan lebih dari 12 ribu ton sampah plastik melalui enam pusat pengumpul.

Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone Indonesia, memaparkan upaya Danone-AQUA dalam menangani sampah plastik. (Aditya Saktyono)

Lebih lanjut, mulai 2018, Danone-AQUA juga meluncurkan gerakan #BijakBerplastik yang sejalan dengan misi pemerintah dalam mengurangi  70% sampah plastik di laut pada 2025. Melalui gerakan ini, Danone-AQUA ingin mengajak masyarakat untuk berkontribusi pada budaya daur ulang dan aktif menjaga lingkungan.

#BijakBerplastik sendiri memiliki tiga pilar utama, yaitu Collection, Education, dan Innovation. Pada pilar Collection, Danone-AQUA berkomitmen untuk lebih banyak mengumpulkan sampah plastik dibanding yang digunakan pada 2025. Langkah ini dilakukan untuk menciptakan ekosistem pengelolaan yang lebih baik sehingga mencegah plastik menjadi sampah.

Yang kedua, melalui Education, Danone-AQUA ingin mengedukasi publik mengenai #BijakBerplastik melalui kegiatanReduce, Reuce dan Recycle (3R). Kemudian, ke depannya, Danone-AQUA akan berkolaborasi dengan perusahaan, organisasi, maupun komunitas peduli lingkungan, serta mengembangkan program edukasi ke sekolah-sekolah.

Pilar terakhir, dengan Innovation, Danone-AQUA telah meluncurkan terobosan baru: yakni kemasan botol AQUA LIFE yang dibuat dari 100% PET daur ulang. Memiliki ukuran 1,1 liter, kemasan AQUA LIFE benar-benar berasal dari 100% plastik daur ulang dan 100% dapat didaur ulang kembali. Botol minuman ini juga tidak menggunakan label plastik atau dekorasi tambahan sama sekali sehingga ramah lingkungan dan menjadi salah satu inovasi dalam menciptakan Indonesia yang lebih bersih.

“AQUA LIFE adalah bukti kami sedang membangun sebuah ekosistem untuk menciptakan rangkaian produk yang berkelanjutan. Sampai dengan saat ini, 70% dari produk AQUA sudah berkelanjutan secara desain dan kami menargetkan untuk menjadi sepenuhnya sirkular pada 2025,” papar Karyanto.

Kemasan botol AQUA LIFE dibuat dari 100% PET daur ulang. (Dok. AQUA)

AQUA LIFE pertama kali diperkenalkan pada Oktober 2018 lalu, dalam acara Our Ocean Conference (OCC) di Bali. Selanjutnya, mulai Februari 2019, botol kemasan 100% daur ulang ini mulai didistribusikan di beberapa restauran, hotel, dan supermarket di Bali. Namun kini, selain di Bali, AQUA LIFE juga sudah bisa didapatkan di Jakarta.

Menurut Karyanto, pada dasarnya, plastik menjadi salah satu penemuan terpenting dalam sejarah manusia. Setiap aspek kehidupan pasti membutuhkan material tersebut sehingga kita tidak benar-benar bisa menghentikan penggunaannya.

“Bayangkan dunia tanpa plastik rasanya tidak mungkin. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengelola plastik sehingga tidak berakhir menjadi sampah. Ada banyak opsi untuk menanganinya, termasuk dengan daur ulang,” paparnya.

“Dengan #BijakBerplastik, Danone-AQUA ingin berkontribusi pada lingkungan. Saya melihat bahwa di masa depan, bisnis itu harus berujung kepada kebaikan, business for good. Memang sangat menantang, tapi ini sudah menjadi komitmen kami dalam mengatasi masalah sampah,” imbuh Karyanto.

Diskusi menarik untuk mencari solusi atas permasalahan sampah plastik ini juga dihadiri oleh perwakilan dari komunitas peduli lingkungan. (Aditya Saktyono)

Sejalan dengan  konsep daur ulang, Jessica Hanafi, Founder Life Cycle Indonesia, menyarankan agar setiap individu menerapkan life cycle thinking. Artinya, saat melihat sebuah barang atau produk, kita harus tahu itu terbuat dari apa dan akhir hidupnya akan menjadi apa.

“Kita mesti tahu dari awal sampai akhirnya akan jadi apa. Dengan begitu, kita jadi berpikir perlu beli barang yang berpotensi menjadi sampah tersebut atau tidak. Yang pasti, harus dipikirkan dari produksi, distribusi, dan akhir hidupnya bagaimana,” paparnya.

Para peserta Community Gathering (Aditya Saktyono)

Baca Juga: 5 Gaya Hidup yang Belum Banyak Diketahui Telah Merusak Lingkungan

Sementara itu, Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia, mengatakan bahwa kolaborasi dalam menangani sampah plastik, kurang lengkap tanpa media dan komunitas. Menurutnya, kedua hal ini berperan sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial dan membentuk opini.

Harapannya, dengan adanya informasi dan edukasi terkait bijak menggunakan sampah plastik, maka akan terjadi perubahan perilaku masyarakat sehingga mampu berjalan bersama dalam menciptakan kebaikan untuk Bumi.

“Tujuan besarnya, kalau masyarakat sudah tahu permasalahannya, akhirnya nanti mereka juga tergerak untuk melakukan perubahan,”pungkasnya.