Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng ini disebut zona subduksi. Menurut Daryono, zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudera bergerak ke bawah menunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.
"Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona “patahan naik yang besar” atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono kepada Kompas.com, Sabtu (7/4/2018).
Zona megathrust di Indonesia bukan hal baru karena sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan. Sebagai sebuah area sumber gempa, maka zona ini dapat memunculkan gempa bumi dengan berbagai magnitudo dan kedalaman. Gempa megathrust dianggap menakutkan karena dianggap selalu bermagnitudo besar dan memicu tsunami.
"Segmentasi subduksi itu di laut dan bisa menyebabkan tsunami. Ada 16 titik megathrust yang dimiliki Indonesia," jelas Widjo sambil menunjukkan gambar kotak-kotak di laut yang tertera pada peta bencana gempa dan tsunami Indonesia di buku Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) di bawah ini.
Baca Juga: Hewan Laut Mampu Serap Karbon, Bisakah Mengatasi Perubahan Iklim?
Zona subduksi itu ada di Aceh dan sudah lepas energinya pada 2004, sehingga menimbulkan tsunami Aceh. Kemudian di bawah zona subduksi Aceh-Andaman ada Nias-Simelue, Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai-Pagai, Enggano, selat Sunda, Jawa Barat, selatan Jawa, Bali, Sulawesi, Banda, hingga utara Papua.
"Daerah inilah yang bisa menimbulkan gempa bumi besar dan tsunami," ungkap Widjo.
"Potensi inilah yang ingin kita sampaikan ke masyarakat. Kita sampaikan ada potensi dari data dan bukti, tapi kita enggak tahu kapan terjadinya," tutup Widjo.
Untuk lebih lengkap, dapat dilihat di tabel bawah ini, lengkap dengan sejarah gempa besarnya.