Ingin Rumah Tetap Dingin Tanpa AC? Ini Tips Bangunan Ramah Lingkungan

By National Geographic Indonesia, Senin, 19 Agustus 2019 | 13:35 WIB
Ilustrasi rumah ramah lingkungan. (makaan.com)

4. Hibrid dan bahan perubahan fasa (PCM)

Walaupun beton memiliki massa termal yang tinggi, bahan ini membutuhkan energi besar: sekitar 8% hingga 10% dari emisi karbon dioksida di dunia berasal dari beton.

Alternatif seperti sistem campuran, contohnya dengan cara mencampurkan bahan kayu dengan beton, semakin banyak dalam konstruksi dan dapat membantu mengurangi dampak lingkungan, sekaligus menyediakan massa termal yang diinginkan.

Solusi lainnya, Bahan Perubahan Fasa atau disebut sebagai PCM yang dapat menyimpan dan melepaskan energi dalam bentuk panas laten. Jadi, saat dingin, substansi tersebut berubah menjadi bahan padat (membeku) dan melepaskan panas. Ketika menjadi cairan kembali, bahan tersebut menyerap panas dan memberikan efek pendinginan.

PCM memiliki massa termal yang lebih besar daripada batu dan beton. Berdasarkanpenelitian, bahan dapat menurunkan suhu internal sampai dengan 5°C. Jika diaplikasikan pada bangunan dengan pendingin ruangan, maka dapat menurunkan konsumsi penggunaan listrik hingga 30%.

PCM telah dinobatkan sebagai teknologi yang menjanjikan oleh para peneliti dan tersedia secara komersial, biasanya pada langit-langit dan panel dinding.

Sayangnya, produksi PCM masih membutuhkan energi yang cukup besar. Beberapa PCM dapat menghasilkan seperempat emisi C02 dibandingkan bahan lainnya, sehingga oemilihan produk menjadi kunci. Manufaktur PCM juga harus lebih efisien ke depannya, agar nilainya bisa meningkat.

5. Penguapan air

Air dapat menyerap panas dan menguap. Saat uap air yang panas naik, maka akan mendorong udara dingin ke bawah. Fenomena sederhana ini menjadi dasar pengembangan sistem pendinginan, yaitu menggunakan air dan ventilasi alami untuk mengurangi suhu dalam ruangan. Teknik yang digunakan untuk penguapan air antara lain semprotan, pipa semprot otomatis (untuk membuat kabut), bantalan yang lembab atau material berpori seperti alat penguapan terbuat dari keramik yang berisi air.

Air dapat diuapkan di menara, penangkap angin atau dinding berlapis ganda - semua fitur yang membuat ruang di mana udara panas dan uap air dapat naik, sementara udara dingin ke bawah. Sistem ini akan efektif selama udara cenderung kering dan dikontrol secara baik. Beberapa laporan menyatakan bahwa sistem ini bisa menurunkan suhu 14°C hingga 16°C di beberapa bangunan.

Tapi, sebelum terlalu antusias dengan semua teknologi tersebut, kita harus kembali ke hal yang mendasar.

Baca Juga: Etiopia Pecahkan Rekor dengan Menanam 350 Juta Pohon dalam Sehari

Cara mudah untuk memastikan pendingin udara tidak berkontribusi kepada pemanasan global adalah dengan menghidupkan dari sumber energi . Untuk cuaca panas, energi Matahari tampaknya merupakan pilihan yang tepat, namun membutuhkan uang dan ruang.

Faktanya, bangunan tidak dapat dirancang tanpa mempertimbangkan bagaimana reaksinya terhadap panas. Contohnya, menara pencakar langit yang terbuat dari gelas haruslah ditinggalkan. Sebaliknya, atap dan dinding yang terisolasi dengan baik sangat penting untuk bertahan di cuaca yang panas.

Segala sesuatu yang menggunakan listrik di gedung harus seefisien mungkin. Penerangan, komputer, mesin pencuci piring, dan televisi semuanya menggunakan listrik dan mau tidak mau menghasilkan panas - semua harus dimatikan saat tidak digunakan. Dengan begitu, kita semua bisa tetap dingin sepanjang musim panas.

Fahri Nur Muharom menerjemahkan artikel dari bahasa Inggris.

Penulis: Aurore Julien, Senior Lecturer in Environmental Design, University of East London

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.