Kami menyebarkan daftar pertanyaan pada 1.198 responden dan mewawancarai mendalam 20 keluarga.
Riset kami menunjukkan bahwa perilaku psikologi masyarakat telah menghalangi mereka untuk keluar dari jerat kemiskinan. Mayoritas responden berasumsi bahwa kemiskinan yang mereka terima adalah takdir Tuhan yang tidak bisa ditolak. Perilaku semacam ini lazim disebut sebagai “nrimo” dalam budaya Jawa.
Kami juga menemukan fakta bahwa perilaku tersebut secara psikis mengarah pada bentuk penolakan diri. Penolakan diri di sini dapat diartikan sebagai bentuk penerimaan nasib karena kemiskinan ini merupakan takdir Tuhan. Meski secara ekonomi mereka dinyatakan miskin, mereka yakin bahwa secara sosial mereka tidaklah miskin karena mereka percaya mereka mendapatkan dukungan ekonomi dan sosial dari keluarga dan komunitasnya.
Perilaku penolakan inilah yang sekiranya menyulitkan pemerintah untuk menentukan progam pengentasan kemiskinan yang tepat.
Isu multidimensi
Riset kami menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan isu multidimensi karena karakter kemiskinan tiap daerah itu berbeda satu sama lain.
Temuan kami menjelaskan mengapa program pengentasan kemiskinan pemerintah masih belum efektif di beberapa provinsi. Hal ini karena pendekatan pemerintah yang mengganggap masalah kemiskinan di setiap provinsi sama, sehingga solusi yang digunakan pun cenderung dipukul rata.
Penting untuk dipahami jika setiap provinsi memiliki karakter kemiskinan yang berbeda dan unik satu sama lain. Akses terhadap fasilitas layanan publik dan langkanya sumber daya alam menjadi penyebab klasik yang ditemui di beberapa daerah, yang mungkin berbeda dengan provinsi lainnya.
Baca Juga: Studi: 1 dari 5 Milenial Alami Kesepian dan Tidak Punya Teman
Riset kami merekomendasikan pemerintah perlu mengedepankan pendekatan sosial dan budaya dalam memahami konteks riil kemiskinan. Hal itu bisa dimulai dengan cara mengenali hubungan manusia dengan lingkungan sosial pendukungnya.
Pemberdayaan ekonomi mikro dan pelatihan kerja adalah bentuk penyelesaian masalah yang kami rekomendasikan pada pemerintah.
Pada akhirnya pemerintah perlu memberdayakan aset sosial masyarakat untuk mengatasi kemiskinan di daerahnya. Misalnya pemerintah daerah dapat fokus pada program yang mata pencaharian penduduk misalnya kawasan hutan lindung, hewan ternak, maupun sawah dan ladang agar bisa berkelanjutan.
Penulis: Wasisto Raharjo Jati, Junior scientist in Indonesian Politics, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.