Nationalgeographic.co.id - Tidak ada satu pun hal yang bisa membuat tenang Max Ebel, remaja Jerman, ketika Hitler membubarkan gerakan Pramuka yang selama ini diikutinya.
Sama seperti anak laki-laki lainnya, pemuda berusia 17 tahun itu, langsung dikelilingi oleh anggota Pemuda Hitler (program paramiliter yang didirikan Partai Nazi untuk anak-anak muda) yang memintanya bergabung. Salah satu anggota bahkan membawa pisau.
Penolakan Ebel untuk bergabung dengan mereka membuatnya hampir kehilangan nyawa.
Baca Juga: Kisah Cinta Rahasia Perawat Militer Amerika dengan Tahanan Perang Nazi
Peristiwa tersebut terjadi pada 1937. Pramuka adalah salah satu organisasi pemuda Jerman yang masuk ke dalam daftar verboten Nazi.
Setelah adanya pelarangan, semua anak-anak non-yahudi di Jerman, dipaksa masuk gerakan Pemuda Hitler, yang termasuk kaki tangan Nazi. Sementara, anak-anak Yahudi ditolak.
Namun, Ebel, yang tidak memercayai Nazi, menolak bergabung. Ia pun harus menerima konsekuensinya.
Ebel dilecehkan dan diserang anggota kelompok Pemuda Hitler. Saat berusaha menyelamatkan diri, salah satu anggota menikam tangan Ebel. Ia melawan, meraih pisau, dan kemudian menyayat wajah anak laki-lak lainnya.
Tak lama setelah itu, karena sadar hidupnya dalam bahaya, Ebel melarikan diri dari Jerman dan menjadi warga negara AS.
Ebel adalah salah satu dari jutaan pemuda Jerman yang hidupnya berubah akibat Pemuda Hitler. Kelompok ini dibuat untuk mendoktrin anak-anak muda Jerman dengan ideologi Nazi, kemudian mengirimkannya ke medan perang.
Pada 1936, Nazi membubarkan semua gerakan pemuda di Jerman – termasuk Pramuka. Mereka lalu memaksa anak-anak beralih ke Pemuda Hitler. Anak-anak yang menolak bergabung dengan Pemuda Hitler, diasingkan dan dihukum.
Kelompok Pemuda Hitler sangat menguntungkan Nazi. Tidak hanya memungkinkan mereka untuk mendoktrin para pemuda Jerman, tapi juga membuat anak-anak lepas dari pengaruh orangtua yang melawan rezim Nazi.
Partai Nazi tahu bahwa ada beberapa keluarga yang tidak terpengaruh kekuasaan politik – dan itu bisa menjadi penghalang tujuan mereka. Organisasi Pemuda Hitler merupakan salah satu cara untuk ‘menyelundupkan’ ideologi Hitler ke unit-unit keluarga tersebut.
Meskipun Pramuka telah dilarang, namun ada beberapa aktivitas dan tradisi gerakan yang dilestarikan Pemuda Hitler.
Mereka melakukan kegiatan khas Pramuka seperti berkemah, bernyanyi, membuat kerajinan tangan dan mendaki gunung. Para anggota pergi ke kemah musim panas, mengenakan seragam, membacakan sumpah, dan bercerita saat malam api unggun.
Namun, seiring berjalannya waktu, kegiatan yang dilakukan berubah. Kelompok anak-anak laki lebih seperti anggota ‘mini’ militer. Nazi memberlakukan perintah militer pada anggota Pemuda Hitler dan melatih mereka cara menggunakan senjata serta bertahan hidup.
Pada 1945, saat perang semakin panas, pemimpin Nazi mulai merekrut lebih banyak anak-anak dan umurnya pun semakin muda.
Bahkan, Nazi mengeluarkan mereka dari sekolah dan mengirimnya ke garda terdepan peperangan. Anak-anak tanpa pengalaman tersebut disiapkan untuk misi bunuh diri.
Ada dosis propaganda yang sangat besar dalam Pemuda Hitler – membuat para anggota sangat mengabdi kepada Hitler. Anak-anak yang terus dicekoki ideologi Nazi akhirnya menjadi prajurit yang patuh dan fanatik
Baca Juga: Carl Alfred Bock, Misi Penjelajahan Etnografi dan Sejarah Alam di Kalimantan
Alfons Heck, mantan anggota Pemuda Hitler mengatakan, ia sangat tergila-gila pada organisasi tersebut. Ia tak sabar berbaris, bernyanyi, dan menghadiri rapat bersama mereka.
“Saya adalah milik Adolf Hitler, jiwa dan raga,” ujar Heck kepada Boston Globe pada 1980. Perlu waktu bertahun-tahun bagi Heck untuk lepas dari indoktrinasi Hitler bahkan setelah Perang Dunia II berakhir.
Setelah perang, Pemuda Hitler dibubarkan. Hingga kini, organisasi tersebut dianggap sebagai salah satu gambaran Nazi yang paling dingin – membuktikan bahwa negara totaliter dapat menggunakan anak-anak untuk melanjutkan ideologi yang penuh kebencian.