Mengenang BJ Habibie, Pembuka Pintu Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru

By National Geographic Indonesia, Kamis, 12 September 2019 | 11:13 WIB
BJ Habibie dan lahirnya Komnas Perempuan (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Nationalgeographic.co.id - Saat masih menjabat sebagai presiden ketiga, BJ Habibie telah melakukan banyak kemajuan bagi negara, salah satunya memberikan kebijakan demokratis pada masa Orde Baru. Habibie bahkan disebut-sebut sebagai sosok pembuka pintu demokrasi di Indonesia.

Pasalnya, selain sosok yang mampu memimpin dalam masa transisi era Orde Baru ke reformasi, Habibie juga dinilai sukses melepaskan label Orde Baru. Salah satunya dengan kebebasan pers, HAM dan pembentukan lembaga independen.

Baca Juga: Berbuat Baik Benar-Benar Membuat Kita Bahagia, Ini Alasan di Baliknya

Dilansir dari jurnal Capaian Masa Pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Megawati di Indonesia dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, disebutkan bahwa Habibie berhasil membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada 22 Mei 1998 yang terdiri dari perwakilan militer (TNI-Polri), PPP, Golkar, dan PDI.

Dalam kebijakan itu, Habibie kemudian mengganti lima paket UU masa Orde Baru dengan tiga UU politik yang lebih demokratis, yakni UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum, dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.

Selanjutnya, ada perubahan yang kentara pada masa kepemimpinan Habibie dalam politik demokratis, yakni ia berhasil menyelenggarakan pemilu multipartai pada 1999. Adapun pemilu saat itu diikuti oleh 48 partai politik (parpol) dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Kemudian, salah satu prasyarat guna menciptakan keadaan demokratis, yakni dengan melakukan rekonstruksi dan reformasi politik dan DPR yang representatif mewakili kepentingan masyarakat.

Presiden Republik Indonesia ke-3 BJ Habibie. (Ronny Buol/Kompas.com)

Tak hanya itu, pada masa pemerintahan Habibie, kebebasan pers dibuka lebar-lebar, sehingga melahirkan demokratis yang lebih besar. Diketahui kebebasan pers merupakan salah satu pilar demokrasi di Indonesia, di mana jika pers diberikan kebebasan, itu berarti adanya sikap demokratis yang meluas di tanah air.

Semenjak kebebasan pers dibuka, saat itulah peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie bahkan menyebut Habibie sebagai sosok pembuka pintu demokrasi di Indonesia.

"Dia berhasil buka pintu demokrasi, kebebasan pers di abuka dan penghargaan HAM dipromosikan," ujarnya usai melayat di rumah duka di kawasan Patra Kuningan, Rabu (11/9/2019).

Selain itu, Habibie juga dinilai sukses melepaskan label Orde Baru pada dirinya melalui sejumlah kebijakan yang bertentangan dengan era yang identik dengan pemerintahan otoriter tersebut.

Sejumlah contohnya yakni membebaskan sejumlah tahanan politik serta membentuk lembaga-lembaga independen. Salah satunya Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketua PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat menyampaikan bahwa Habibie memiliki peran besar dalam kehidupan demokrasi bangsa Indonesia.

Baca Juga: Singkap Jejak Kediaman Sang Mayor yang Meraja Gula di Surabaya

Diketahui, Habibie merupakan presiden RI yang menandatangani UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Atas sumbangsih dan perjuangan Habibie ini, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berharap Habibie dianugerahi sebagai Bapak Kemerdekaan Pers Republik Indonesia oleh Presiden RI, Joko Widodo.

Harapannya, dengan adanya penganugerahan tersebut bisa menjadi rekam jejak BJ Habibie yang memperhatikan dunia pers yang mencerminkan pers sebagai pengawal pelaksanaan demokrasi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Alasan Habibie Disebut sebagai Bapak Demokrasi". Penulis: Retia Kartika Dewi.