Nationalgeographic.co.id - Setiap orang bisa mengapresiasi kebaikan. Namun, ketika harus menjelaskan mengapa kita melakukannya, ada dua alasan yang bertolak belakang.
Beberapa orang berpikir, kebaikan adalah suatu hal penuh cinta dan kepedulian yang dilakukan tanpa sadar. Sementara, yang lainnya beranggapan, kebaikan menjadi alat untuk mendapatkan manfaat dan kepopuleran.
Meski begitu, penelitian menunjukkan bahwa berbuat baik pada orang lain, benar-benar membuat kita bahagia. Memutuskan untuk bermurah hati dan memahami orang lain, mengaktifkan area di otak bernama striatum.
Baca Juga: Trauma Pascakecelakaan Lalu Lintas, Ini yang Bisa Dilakukan untuk Mengatasinya
Menariknya, area ini merespons hal-hal yang kita anggap bermanfaat – seperti makanan enak hingga obat-obatan yang membuat ketagihan. Perasaan baik setelah menolong orang lain memiliki istilah ‘cahaya hangat’. Aktivitas yang kita lihat di striatum merupakan dasar biologis dari perasaan baik tersebut.
Tentu saja, tidak perlu memindai otak untuk melihat bagaimana kebaikan memberi manfaat pada otak kita. Penelitian dalam psikologi menunjukkan kaitan antara kebaikan dan kesehatan mental sepanjang hidup.
Mengapa berbuat baik bisa membuat kita bahagia? Ada beberapa mekanisme yang terlibat dan bagaimana itu membuat perasaan kita lebih baik bergantung pada kepribadian masing-masing orang.
Senyum yang menular
Salah satu contoh berbuat baik adalah bisa membuat orang lain tersenyum. Jika kita melihat senyum mereka secara langsung, kita pun bisa ikut bahagia.
Teori kunci mengenai bagaimana kita memahami orang lain dalam ilmu saraf menyatakan bahwa melihat orang lain menunjukkan emosinya, mengaktifkan area yang sama di otak seolah-olah kita merasakannya juga.
Anda mungkin pernah ikut tertawa hanya karena orang-orang di sekitar Anda melakukan hal tersebut.
Source | : | Dari berbagai sumber |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR