Nationalgeographic.co.id—Pesona Gunung Rinjani kerap menarik hati banyak orang. Tidak hanya pendaki lokal, para pendaki mancanegara pun terpikat akan keindahan Rinjani.
Gunung Rinjani memang bukan gunung yang mudah untuk didaki. Kondisi jalur pendakian yang menantang menjadikannya tidak cocok untuk pendaki pemula. Beberapa kecelakaan pun tidak bisa dihindari. Termasuk kecelakaan nahas yang menimpa Juliana Marins. Warga negara Brasil itu terjatuh ke jurang sedalam 200 meter dalam perjalanannya ke puncak Gunung Rinjani. Juliana Marins ditemukan meninggal dunia di jurang berkedalaman sekitar 600 meter dengan medan ekstrem dan cuaca berkabut.
Di dunia, ada banyak kasus orang yang jatuh dari ketinggian tertentu. Ada yang bertahan hidup dan ada pula yang tidak.
Misalnya, anak laki-laki dari North Dakota yang selamat setelah jatuh dari ketinggian hampir 30 meter di Grand Canyon. Kisahnya itu mengejutkan dunia pada musim panas 2023. Namun, kasusnya bukanlah yang unik. Selama bertahun-tahun, beberapa orang menjadi berita utama karena berhasil bertahan hidup setelah jatuh.
Salah satu contoh yang paling terkenal adalah kasus luar biasa pramugari Vesna Vulović. Ia selamat setelah jatuh dari ketinggian 33.000 kaki (sekitar 10.000 km) dari pesawat tanpa parasut pada tahun 1970-an.
Jadi, bagaimana mungkin seseorang bisa selamat dari jatuh dari ketinggian?
Salah satu faktor pertama yang perlu dipertimbangkan, tentu saja, adalah seberapa tinggi seseorang saat jatuh. “Secara keseluruhan, kami katakan bahwa jika seseorang jatuh dari ketinggian 48 kaki (15 meter), yang setara dengan empat lantai, 50% dari mereka akan meninggal,” kata Dr. Demetrios Demetriades. Demetriades adalah seorang profesor bedah di Kerk School of Medicine of the University of Southern California.
“Jika seseorang jatuh lebih dari 60 kaki (18 m), ini biasanya berakibat fatal. Dan sangat tidak mungkin, atau merupakan keajaiban, jika seseorang jatuh dari ketinggian lebih dari 80 kaki (24 m) dan selamat,” tambah Demetriades.
Namun, faktor penting lainnya adalah apakah seseorang jatuh bebas, yang bermuara pada prinsip dasar fisika. “Setiap benda yang jatuh dari ketinggian mencapai sesuatu yang disebut kecepatan terminal, itulah sebabnya parasut bekerja,” kata Anette Hosoi, profesor teknik mesin di MIT.
Saat jatuh, gaya utama yang bekerja pertama kali pada Anda adalah gravitasi. Namun, saat Anda menambah kecepatan, hambatan dari udara semakin menahan gerakan turun Anda. Pada titik tertentu, hambatan udara ini secara tepat menyeimbangkan tarikan gravitasi, sehingga Anda terus jatuh dengan kecepatan yang sama.
“Jika Anda memiliki parasut di mana Anda memiliki area besar yang menahan semua aliran udara ini, kecepatan terminal Anda sekitar 16 km/jam, yang tidak masalah,” jelas Hosoi. “Jika Anda jatuh tanpa parasut, mungkin—tergantung pada apakah Anda dalam posisi vertikal atau horizontal—sekitar 241 km/jam, yang jelas merupakan masalah.”
Baca Juga: Pendaki Brasil Jatuh di Rinjani: Ini Penjelasan Sains Mengapa Kita Terjatuh di Gunung
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR