Terpapar Gas Air Mata Kedaluwarsa, Apa Dampaknya bagi Tubuh?

By National Geographic Indonesia, Selasa, 1 Oktober 2019 | 11:37 WIB
Ilustrasi gas air mata (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id - Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR sejak hari Selasa (24/9) turut diwarnai tembakan gas air mata dari aparat kepolisian. Bedanya, kali ini masyarakat dibuat geram setelah beredarnya foto selongsong gas air mata yang sudah kedaluwarsa.

Bahkan, tanggal yang tertera sudah lewat tiga tahun dari masa pakai seharusnya. Lantas, apakah paparan gas air mata yang telah lewat dari tanggal kedaluwarsanya memang lebih berbahaya bagi kesehatan?

Efek gas air mata terhadap tubuh 

Tembakan gas air mata hampir selalu ditemukan dalam setiap aksi unjuk rasa. Begitu ditembakkan, gas yang keluar akan langsung bereaksi dan menimbulkan sensasi terbakar pada mata, saluran pernapasan, kulit, dan berbagai organ tubuh lainnya.

Penggunaan gas air mata memang efektif untuk meredam dan membubarkan aksi massa yang membludak. Namun, penggunaannya tetap berpengaruh pada kesehatan. Kedaluwarsa ataupun tidak, gas air mata tetap menimbulkan dampak buruk bagi tubuh.

Baca Juga: Peneliti: Vaping Jelas Berbahaya dan Merusak Paru-paru

Terdapat tiga jenis gas air mata yang kini umum digunakan, yakni gas CS (chlorobenzylidenemalononitrile), gas CN (chloroacetophenone), dan semprotan merica yang digunakan sebagai senjata pertahanan individual.

Gas air mata bekerja dengan cara mengiritasi selaput lendir pada mata, hidung, mulut, dan paru-paru. Efek gas air mata biasanya terasa dalam 30 detik setelah terpapar. Gejala pertama yang akan Anda rasakan adalah mata perih disertai keluarnya air mata.

Setelah itu, paparan gas air mata juga akan menyebabkan sesak napas, nyeri dada, iritasi kulit, serta produksi air liur berlebih. Paparan yang lebih berat bisa berdampak pada sistem pencernaan, umumnya menyebabkan muntah dan diare.

Kandungan berbahaya dalam gas air mata kedaluwarsa

Setelah melewati masa kedaluwarsanya, berbagai komponen dalam gas air mata akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Awalnya, hal ini diduga akan menurunkan efektivitas gas air mata apabila digunakan.

Mónica Kräuter, seorang dosen kimia dari Simón Bolívar University, Venezuela, melakukan penelitian mengenai hal ini. Ia mengumpulkan ribuan kaleng gas air mata yang digunakan aparat militer pada aksi unjuk rasa di Venezuela selama tahun 2014.

Di antara ribuan kaleng gas yang terkumpul, sebanyak 72 persen di antaranya ternyata telah kedaluwarsa. 

Ia juga menemukan bahwa komponen gas air mata yang telah kedaluwarsa dapat terurai menjadi gas sianida, fosgen, dan nitrogen. Alih-alih mengurangi efektivitasnya, senyawa-senyawa ini justru membuat gas air mata menjadi lebih berbahaya.