Terjadi di Pagi Hari, Fenomena Unik Ini Terjadi Berbarengan di 4 Gunung Tinggi Tanah Jawa. Apa Penyebabnya?

By Bayu Dwi Mardana Kusuma, Senin, 7 Oktober 2019 | 11:35 WIB
Viral puncak Gunung Lawu yang tampak ‘bertopi’. (kompas.com / Sukoco)

Nationalgeographic.co.id - Rentetan fenomena unik di tengah musim kemarau terus bertambah. Beberapa waktu lalu tampak fenomena unik di puncak Gunung Lawu yang terletak di antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Di sana, terjadi fenomena puncak gunung yang ‘mengenakan topi.’ Lasmoro warga KPR Terung Permai Magetan mengatakan, menyaksikan fenomena alam itu sejak pukul 05.00 WIB saat berolahraga.

“Sejak pukul setengah enam saya lihat tadi Gunung Lawu bertopi. Bagus sekali, enggak biasanya,” ujarnya seperti dilansir dari kompas.com pada Kamis (3/10/2019).

Sejak awal BMKG telah menginformasikan musim kemarau akan lebih terik dan berlangsung lebih panjang tahun ini.

Baca Juga: Kata Ahli Jadi Fenomena Biasa, Wisatawan Berlomba Abadikan Embun Beku di Bromo dan Semeru

Fenomena topi awan di Gunung Rinjani (ANTARA/Rosidin/aa via KOMPAS.com)

Akibatnya, ada sejumlah fenomena unik yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Contohnya, fenomena unik yang terjadi di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Ketika itu suhu dingin pada malam hari menembus minus derajat. Pagi harinya sempat turun salju.

Sejumlah warganet mengunggah foto yang menampilkan fenomena gunung bertopi awan yang nampak di dekat daerah mereka baru-baru ini.

Salah satunya seperti unggahan dari akun Twitter Merapi News, @merapi_news yang mengunggah empat foto gunung bertopi awan, yakni Gunung Lawu, Gunung Merapi, Gunung Arjuno, dan Gunung Merbabu.

Sebelumnya, sekumpulan awan yang membentuk topi juga terjadi di puncak Gunung Lawu pada Kamis (3/10/2019) sekitar pukul 05.22 WIB dan menjadi perbincangan di media sosial.

"Tidak hanya Gunung Lawu, tapi Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Arjuno juga diselimuti awan lenticular di puncaknya tadi pagi," tulis akun Merapi News dalam twitnya.

Baca Juga: Fenomena Matahari Tepat di Atas Kakbah, Waktu yang Tepat Buat Koreksi Arah Kiblat

Awan topi menyelimuti Gunung Rinjani, Rabu (17/7/2019). (Instagram/@mountnesia )

Menanggapi keseragaman fenomena awan topi yang terbentuk di waktu yang sama ini, astronot amatir Marufin Sudibyo menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi karena gunung menghadapi terpaan angin lokal.

"Awan ini disebut awan lentikular. Mereka terbentuk bersamaan karena pada saat yang sama, gunung-gunung itu menghadapi terpaan angin lokal pada situasi udara yang relatif lembab dan bersuhu lebih dingin," ujar Marufin saat dihubungi, Minggu (6/10/2019).

Baca Juga: Air Sawah Mendidih di Purbalingga, Apa Penyebab Fenomena Ini?

Fenomena unik Topi Awan di gunung Rinjani. (Tribun Wow/Facebook Lilik Sukmana)

Marufin mengungkapkan, awan lentikular merupakan awan stasioner (tak bergerak/menetap di satu tempat) yang terbentuk saat aliran udara menubruk satu penghalang besar, sehingga membentuk pusaran stasioner.

Adapun penghalang yang dimaksud bisa berupa puncak gunung, bisa berupa kawasan dengan tekanan udara lokal lebih tinggi.

"Di pusaran itulah awan terbentuk, yang bisa bertahan mulai beberapa jam hingga berhari-hari kemudian," ujar Marufin.

Pertanda badai

Tak hanya itu, Marufin juga mengungkapkan bahwa pada umumnya awan lentikular terbentuk saat pagi hari atau sore hari, di mana udara cenderung lebih dingin. Namun, awan lentikular pun bisa terjadi pada siang hari asal kondisi pembentukannya terpenuhi.

Kemudian, ia menyampaikan bahwa suhu dingin ini tidak ada batasan ketat, selama udara itu lebih dingin dari kadar normal.

"Karena lebih dingin, jadi lebih mudah berkondensasi (mengembun)," ujar Marufin.

Baca Juga: Coral Bleaching, Fenomena Hilangnya Warna Indah Terumbu Karang

Gunung Rinjani (Instagram @ndorobeii)

Selain itu, Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra mengatakan, awan jenis lentikular atau altocumulus lenticular ini dapat berada pada lokasi yang sama dalam periode yang lama.

Sebab, adanya dukungan udara yang naik di atas pegunungan secara berkelanjutan yang terkondensasi dan menghasilkan awan. Meski terlihat indah, awan lentikular dinilai berbahaya.

Pasalnya, kehadiran awan ini di puncak gunung menandakan sedang terjadi embusan angin setaraf badai. Bagi pesawat, pusaran angin yang membentuk awan lentikular ini berbahaya, karena bersifat turbulance yang membuat pesawat terguncang hingga kehilangan altitude dengan cepat.

Meski begitu, Agie mengungkapkan bahwa fenomena ini tidak berbahaya bagi pendaki, karena tidak terjadi badai di sekitar awan tersebut. Tetapi, ia mewaspadai suhu udara yang cenderung lebih dingin dari biasanya menjadi salah satu penyebab pembentukan awan lentikular ini.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fenomena Topi Awan yang Terjadi Serentak di 4 Gunung, Ada Apa?"