Menjemput Impian Anak-anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dreamable

By National Geographic Indonesia, Senin, 21 Oktober 2019 | 18:23 WIB
Demi menuntut ilmu, Vina (16) siswa tunanetra yang duduk di kelas 3 sekolah menengah pertama Dreamable rela berjalan menyeberangi sungai Citarum setiap pagi. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id – Tidak mudah meyakinkan para orangtua di Desa Tegalluar, Kecamatan, Bojongsoang, Kabupaten Bandung, untuk menyekolahkan anak mereka yang berkebutuhan khusus.

Banyak dari mereka yang skeptis akan kemampuan sang buah hati. Bahkan, ada orangtua yang mengatakan: “Ah, buat apa sekolah? Anak ini kan gila, percuma disekolahin!”

Yang lebih menyedihkan, beberapa keluarga juga sengaja menyembunyikan anaknya yang berkebutuhan khusus, karena mereka malu. Ada pula yang menelantarkan begitu saja.

Baca Juga: 3 Hal yang Perlu Dilakukan Indonesia untuk Mencegah Pernikahan Anak

Yulianti, salah satu warga di desa tersebut, tidak tinggal diam. Berawal dari pengalamannya sendiri yang memiliki anak tuna grahita, Yulianti, merasa bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) juga harus mendapatkan pendidikan.

Menurutnya, ABK perlu diajarkan bina diri hingga nantinya bisa hidup mandiri. Ia pun kemudian mendirikan sekolah Dreamable yang berfokus pada pendidikan ABK.

Awalnya, pada 2015, Yulianti merelakan rumahnya untuk menjadi tempat belajar dan mengajar ABK. Di ruangan seluas 2x4 meter, tanpa meja dan kursi, para ABK berkumpul bersama dan melakukan berbagai kegiatan pembelajaran.

Tidak dapat dipungkiri, dana dan keterbatasan fasilitas menjadi kendala Yulianti dan rekan-rekannya. Selain tempat belajar yang kurang memadai, beberapa orangtua juga mengaku kesulitan mengantar anaknya yang berkebutuhan khusus untuk sekolah.

Meski mengalami banyak tantangan, tapi Yulianti tidak menyerah dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Ya, kondisi murid yang tunanetra dan tunagrahita tidak memungkinan mereka untuk berjalan sendiri ke sekolah, sehingga harus diantar. Selain itu, ada anak yang harus digendong karena tidak memiliki kursi roda atau kendaraan.

Ida Reni, orangtua Ikhsal Syahreza (salah satu murid Dreamable), mengatakan bahwa ia harus menggendong anaknya agar bisa sampai ke sekolah. Ikhsal mengidap DMD (Duchenne Muscular Dystrophy) yang membuat otot-ototnya melemah seiring bertambahnya usia. Sejak awal bergabung, Ikhsal sudah kehilangan kemampuan berjalannya.

“Ikhsal sama sekali tidak bisa berjalan, kalau harus naik turun angkot sambil gendong, lumayan berat,” cerita Ida.

Melihat hal ini, Pertamina yang ikut membantu mengembangkan Sekolah Dreamable di bawah asuhan TBBM Bandung Group, memutuskan untuk memberikan mobil home care yang digunakan untuk antar jemput murid ABK.

Mobil home care yang digunakan untuk antar jemput murid ABK di Sekolah Dreamable. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Menurut Muslih Khoerurizal (21), salah satu guru sukarelawan Sekolah Dreamable, adanya mobil home care ini mempermudah murid ABK yang ingin bersekolah.

Kini, selain mengajar, guru yang masih berkuliah di Universitas Islam Nusantara jurusan Pendidikan Luar Biasa tersebut juga bertugas untuk mengendarai mobil antar jemput.

Setiap jam tujuh pagi, Muslih mulai menjemput anak-anak di dua titik penjemputan, yaitu Sapan dan Rancacatang. Ada sekitar 10-12 anak didik yang ia jemput di dua titik tersebut. Beberapa anak menunggu di pinggir jalan. Penjemputan di dua titik ini sangat membantu orang tua, terutama yang anaknya tidak dapat berjalan.

Jarak antara titik penjemputan dan Sekolah Dreamable adalah sekitar enam kilometer. Biasanya pada pukul delapan pagi, Muslih sudah tiba di sekolah bersama anak-anak yang telah dijemputnya.

Bulan Juli tahun 2019, PT Pertamina (Persero) TBBM Bandung Group memberikan bantuan satu unit mobil yang nantinya untuk memudahkan akses transportasi siswa Dreamable dari rumah menuju ke sekolah. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Sebelum naik ke mobil, murid ABK harus melepas sepatu dan menyimpannya di rak yang sudah disediakan. “Ini juga menjadi salah satu pembelajaran bagi mereka,” ujar Yulianti.

Setiap anak duduk di tempat yang sudah ditetapkan. Pengaturan tempat duduk ini disesuaikan dengan kondisi setiap anak. Ada anak yang belum bisa duduk tegak sehingga membutuhkan teman untuk menyangga di kiri dan kanannya.

Mobil ini dilengkapi dengan papan tulis, kursi, karpet, dan rak. Selain untuk antar jemput, nantinya mobil ini juga akan difungsikan sebagai kelas keliling.

Interior warna-warni membuat murid ABK Sekolah Dreamable betah. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Studi: Sikap Pasrah dan 'Nrimo' Jadi Tantangan untuk Hapus Kemiskinan di Jawa

Dihiasi dengan gambar binatang, karpet puzzle, dan interior berwarna-warni, maka tidak heran kalau anak-anak menjadi betah. Bahkan Yani, salah satu murid ABK, yang sebelumnya selalu jajan setiap pulang sekolah, menjadi teralihkan karena senang berada di mobil.

Tidak hanya digunakan untuk antar jemput sekolah sehari-hari, mobil home care ini pun diperlukan saat mengantar murid Dreamable belajar di luar ruangan. Seperti kunjungan ke kebun hidroponik atau berenang yang menjadi salah satu bentuk terapi bagi anak berkebutuhan khusus.