Nationalgeographic.co.id – Mempelajari tingkah laku burung bukanlah hal yang mudah. Burung terbang berbulan-bulan pada waktu tertentu dan peneliti seringkali kehilangan jejak mereka ketika terjadi migrasi. Melacak burung dengan menggunakan jaringan seluler yang tidak benar maka bisa merugikan para peneliti.
Hal tersebut yang terjadi pada ilmuwan Rusia di Siberia. Para ilmuwan terpaksa harus memiliki anggaran yang membengkak akibat elang yang dilacaknya menabrak sebuah rintangan mahal. Sekelompok ahli burung dan sukarelawan bekerja sama dengan jaringan penelitian dan Konservasi Raptor Rusia (RRRCN) memasangkan GPS-GSM pada 13 elang stepa (Aquila nipalensis). Hal ini dilakukan untuk memantau pola migrasi burung-burung tersebut.
Perangkat yang ditanamkan akan bekerja dengan berkomunikasi dengan satelit GPS dari mana pun burung tersebut terbang. Selain itu alat tersebut juga akan merekam koordinat yang diterima kembali pada memori internal. Kemudian, ketika seekor elang memasuki area dengan jangkauan jaringan seluler, pencatat data secara otomatis akan mengirim SMS hingga empat kali sehari ke tim peneliti, untuk memberi informasi letak dimana burung itu berada.
Jika elang tidak memasuki area dengan jangkauan jaringan untuk sementara waktu, maka perangkat hanya menyimpan beberapa pesan SMS dalam cache. Lalu perangkat akan siap megirimkan seluruh pesan yang terdapat di dalam cache segera setelah mendapat sinyal. Sistem ini bisa diterapkan oleh ilmuwan jika ingin melacak pergerakan hewan dari jarak jauh dan jangka waktu yang lama.
Dalam praktiknya keterbatasan sistem ini sepenuhnya diuji oleh elang bernama Min. Namun Min memiliki catatan perjalanan tak terduga sehingga membuat peneliti sedikit kesulitan untuk melacaknya.
“Min berada di luar jangkauan seluler sepanjang musim panas di Kazakhstan, dan pelacaknya tidak dapat mengirim data apa pun sampai ia kembali ke jangkauan pada awal Oktober, “ ujar para peneliti yang menjelaskannya dalam sebuah postingan blog.
Menurutnya Min sempat memiliki jalur memutar dari Kazakhstan ke Iran. Namun adanya jalan memutar Iran ini tidak menjadi masalah besar karena elang stepa sendiri terbang melintasi bentangan wilayah yang luas. Namun perputaran jalur ini menjadi permasalahan dalam biaya SMS roaming.
Dalam anggaran peneliti, mereka telah merencanakan pembiayaan migrasi elang sedikitnya dua rubel per SMS atau sekitan tiga sen AS di daerah seperti Kazakhstan, tetapi di Iran biaya roaming menjadi meningkat tajam sekitar 25 kali lipat atau sekitar 77 sen AS.
Jadi ketika Min mendarat di Iran, ratusan pesan yang tersimpan semuanya dikirim sekaligus, melenyapkan rencana pengeluaran para ilmuwan, dengan pesan singkat yang harganya melebihi US $100 sehari selama beberapa hari.
“Beberapa elang lain dalam program ini juga menjadi sunyi di bulan-bulan musim panas hingga akhirnya mereka kembali dengan banjirnya biaya sms yang tak terduga, dan biaya-biaya ini segera memakan anggaran kami yang sedikit, “ ujar para peneliti.
Namun, kampanye crowdfunding meminta sumbangan untuk menambah akun seluler burung akhirnya berhasil. Dari kampanye ini dapat menghasilkan lebih dari US $5.000 yang menurut tim akan lebih dari cukup untuk menjaga pelacakan burung yang didanai selama penelitian.
“Ini ajaib, sunggu menakjubkan melihat bagaimana orang-orang menertawakan situasi ini namun mereka memahami inti permasalahan dan membantu, “ ujar salah satu tim, ahli ornitologi lapangan, Helena Shnayder.