Hikikomori, 'Penyakit' yang Membuat Warga Jepang Mengurung Diri

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 14 November 2019 | 11:36 WIB
Perilaku mengurung diri di dalam kamar. (PRImageFactory/Getty Images/iStockphoto)

Hikikomori jarang meninggalkan kamar dan rumahnya. Mereka terkunci di dalam dan membatasi interaksi dengan dunia maya. Ini dianggap sebagai penyakit kelas menengah karena hikikomori dari latar belakang seperti itu yang bisa mengandalkan dukungan keluarga mereka,” terang Jeff.

Salah satu kamar pengidap hikikomori yang telah mengurung diri selama 7 tahun. (Maika Elan)

Berdasarkan statistik pemerintah Jepang, ada 541 ribu hikikomori berusia 15-39 tahun di sana. Namun, hasil ini tak terlalu pasti sebab beberapa keluarga enggan melaporkan hikikomori di keluarga mereka.

Jepang berharap mereka bisa mengidentifikasi hikikomori yang berusia tua. Ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam mengurus hikikomori. Ketika hikikomori semakin tua dan orangtuanya tidak mampu lagi merawat, maka pertanyaan atas kelanjutan hidup mereka sangat penting.

Mulai muncul pada 1980-an

Dilansir dari The New York Times, para dokter mulai mengobservasi hikikomori sebagai fenomena sosial sekitar pertengahan 1980-an. Ini terjadi pada pria muda yang menunjukkan tanda-tanda kelesuan, menolak berkomunikasi dan menghabiskan banyak waktunya di kamar.

Tidak ada alasan khusus mengapa orang-orang menjadi hikikomori. Beberapa dari mereka, seperti Kyoko, menarik diri dari masyarakat karena merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hidupnya. Juga tidak tahu cara menangani tekanan orang-orang di sekitarnya.

Menurut BBC, ada juga yang mengidap hikikomori karena kejadian buruk dalam hidupnya seperti nilai jelek atau patah hati.

“Hikikomori merasakan rasa malu yang mendalam karena mereka tidak mempunyai pekerjaan seperti orang normal. Mereka menganggap diri mereka tidak berharga dan tidak layak untuk kebahagiaan. Hampir semua hikikomori merasa dikhianati oleh ekspektasi orangtuanya,” jelas Sekiguchi Hiroshi, psikiater di Jepang.

Tamaki Saito, salah satu peneliti hikikomori, mengatakan: “Mereka tersiksa dengan pikirannya sendiri. Hikikomori ingin merasakan dunia luar, mencari teman atau pacar, tapi mereka tidak bisa.”

Dampak ekonomi hikikomori

Karena hikikomori menolak berpartisipasi dalam masyarakat, terutama bekerja, ekonomi Jepang mengalami kesulitan.