Kepulauan Sangihe dan Kerajaan Bawah Lautnya

By National Geographic Indonesia, Rabu, 20 November 2019 | 10:58 WIB
Pemandu selam di Polnustar Diving Center, Herjumes A Atjin, melayang di atas hamparan terumbu karang di Desa Petta, Kabupaten Kepulauan Sangihe. ( Deden Iman Wauntara/National Geographic Indonesia)

Salah satu kapal penangkap ikan yang sedang berlabuh bersiap untuk menurunkan ikan hasil tangkapannya yang akan di jual ke pasar Tahuna, Sangihe. (Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Saya bertemu pelaku pariwisata di Sangihe, Nariba Pasalia, yang juga pemilik Hatarua Homestay. Tiga hari sebelum meninggalkan Kepulauan Sangihe, saya bersama Josua Marunduh dan Deden Iman Wauntara menginap di tempatnya. Sebelum kami menginap disana, ada turis dari Swis lebih dahulu bermalam selama beberapa hari.

Iba panggilan akrab Nariba Pasalia, banyak bercerita tentang budaya hingga potensi wisata yang dimiliki Sangihe. Lokasi homestay miliknya sangat mendukung untuk berbincang. Bisa-bisa kita lupa waktu karena mengobrol. Rumah ini berhadapan langsung dengan Gunung Awu. Udaranya masih sangat sejuk, didukung pepohonan rindang di sekitarnya. Rumah Iba, yang dijadikan homestay, pun menjadi satu-satunya rumah yang ada di sana.

Herjumes Aatjin, pemandu selam di Polnustar Dive Center, Tahuna, tengah menyiapkan busana menyelam. (Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Iba menawarkan kepada kami beberapa cangkir kopi hitam, sebelum melanjutkan perbincangan. Iba menghuni rumah yang sekaligus sebagai homestay bersama Michal Sklenar, suaminya; Adam Sklenar, anaknya yang berumur tiga tahun namun mengerti tiga bahasa; dan penghuni berikutnya, Balu, seekor anjing jantan berwarna cokelat yang mahir membuka pintu rumah walaupun sedang tertutup. Bukan hanya itu, Balu juga mengerti Bahasa Inggris karena Michal lebih banyak memberi perintah dalam bahasa Inggris kepadanya.

Sambil menyeruput kopi, kami mendengarkan cerita Iba. Suaminya, Michal, turut bercerita dengan bahasa Indonesia walaupun patah-patah. Kami menyimak kisah keindahan alam bawah laut dan sejumlah pulau yang meraka anggap sangat indah.

Iba adalah pecinta snorkeling. Sangihe, ungkapnya, mempunyai potensi besar terkait pariwisata utamanya wisata bawah laut. Namun masih kurang dukungan dari pemerintah setempat, kshususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Untuk menjalankan usahanya sebagai pelaku wisata, ia mendapat dukungan dari Rektor Politeknik Nusa Utara berupa transportasi laut, alat selam, dan pemandu selam. Para pemandu selalu bersedia setiap ada tetamu, baik itu turis manca negara maupun Nusantara.“Hatarua Homstay itu bekerja sama dengan Politeknik Nusa Utara, rektornya mendukung dulu kami diundang untuk meeting,” kata Iba.

Sangihe, menurut perempuan yang jago memasak ini, memiliki banyak gunung, air terjun, kuburan prasejarah dan fosil. Pantai dan keindahan bawah lautnya mendatangkan potensi ekonomi untuk warga setempat seperti Pantai Pananuareng, gunung api bawah laut di Pulau Mahangetang. Sedangkan menurut Michal, sebelum memutuskan untuk tinggal di Sangihe mereka hampir saja tinggal dan menetap di Maluku. Di Sangihe lelaki ini jatuh cinta dengan keindahan alamnya.

“Aku suka karena pulaunya tidak kecil dan tidak terlalu besar, ada gunungnya, pantai dan lautnya apalagi keidahan terumbu karangnya masih bagus,” ujarnya.

Namun, mereka masih terkendala dalam mempromosikan wisata di Sangihe. Salah satunya soal jaringan komunikasi. Mereka ingin mengunggah foto atau video tentang alam dan keindahan wisata bawah laut di Sangihe, namun saat ini masih sangat sulit. “Di sini jaringan lambat, susah kalau mau upload foto-foto atau video,” keluh Iba,  “Kita harus nunggu sampai tengah malam dan itu pun lama prosesnya.”

Keindahan kerajaan bawah laut di Tahuna, salah satu potensi pariwisata yang digadang-gadang berkontribusi pada perekonomian setempat. (Deden Iman Wauntara/National Geographic Indonesia)