Nationalgeographic.co.id - Hujan es pada dasarnya adalah fenomena alami dan dapat terjadi di dunia manapun. Ini berbeda dengan salju yang hanya bisa terjadi di wilayah lintang lebih dari 23,5 derajat.
Dalam wawancara dengan Kompas.com, Kepala Bidang Manajemen Observasi Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Hary Tirto Djatmiko mengatakan, hujan es bisa terjadi dalam dua kondisi. Pertama pada masa pancaroba yang disertai angin kencang. Kedua, hujan dengan perbedaan suhu yang besar dalam satu hari. Lantas, bagaimana proses terbentuknya hujan es?
Ketika pada masa pancaroba, terjadi hujan dengan perbedaan suhu besar disertai angin kencang, hal ini meningkatkan potensi terbentuknya awan cumulonimbus. Awan cumulunimbus memiliki bentuk mirip bunga kol berwarna putih.
"Kalau hujan es disebabkan oleh awan cumulonimbus, salju disebabkan oleh awan nimbus stratus," ujar Hary kepada Kompas.com, pada April 2019.
Baca Juga: Apakah Jakarta Berpotensi Mengalami Likuefaksi? Ini Penjelasan LIPI
Hary menjelaskan, awan jenis cumulonimbus lebih banyak mengandung air dalam bentuk padat daripada cair. Oleh karena itu, hujan yang turun bisa dalam bentuk padat.
Prakirawan Cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Klas II Bandara Internasional Lombok (BIL), Kadek Setiya Wati, dalam siaran persnya menambahkan, awan cumulonimbus tak hanya berpotensi menyebabkan hujan es. Namun juga bisa menyebabkan hujan lebat disertai angin kencang dan petir.
Dilansir dari ABC, peneliti dari Monash University, Dr Joshua Soderholm, mengatakan, hujan es memiliki bentuk bulan dengan diameter sekitar satu sentimeter.
"Ketika mulai membesar, Anda mulai mendapatkan es membeku di setiap arah. Itu fase pertumbuhan basah," ujar Dr Soderholm. Ketika hujan es terbentuk selama pertumbuhan basah - saat es membeku dan membesar -, bagian es memiliki pori-pori yang kemudian diisi oleh air.
"Saat inilah, es batu bulat dengan warna putih terbentuk," ujar Dr Soderholm.
Hujan es terbentuk melalui kondensasi uap air lewat pendinginan di atmosfer pada lapisan di atas titik beku (freezing level) 0 derajat Celsius.
Durasi hujan es
Hujan es memiliki durasi yang lebih singkat daripada salju karena hujan es dipengaruhi oleh intensitas hujan. Hary mengungkapkan, es dari hasil hujan es paling lama bertahan selama sepuluh menit. Tak lama setelah es jatuh dari langit, dia akan segera mencair.
Sementara salju bisa tahan lebih lama di permukaan tanah karena suhu daratan yang sangat rendah.
Baca Juga: Ancaman Perubahan Iklim: Kenaikan Gelombang Laut Dunia yang Mengubah Garis Pantai
Gejala sebelum turun hujan es
Gejala sebelum turun hujan es antara lain, seharian terasa hawa panas dan gerah. Udara yang panas dan bikin gerah disebabkan oleh radiasi matahari yang cukup kuat. Hal itu ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (lebih dari 4,5 derjat Celsius), disertai kelembaban yang cukup tinggi.
Sebelum hujan es biasanya muncul awan cumulus yang berlapis-lapis. Di antara awan tersebut, ada satu jenis awan yang bagian tepinya berwarna abu-abu dan menjulang tinggi seperti bunga kol.
Pada tahap berikutnya, awan tersebut akan berubah warna menjadi abu-abu atau kehitaman atau dikenal sebagai awan cumulonimbus. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rahasia Alam Semesta: Beda dengan Salju, Begini Hujan Es Terbentuk". Penulis : Ellyvon Pranita.