Berkolaborasi untuk Ekonomi Indonesia Jadi Lebih Baik

By National Geographic Indonesia, Senin, 2 Desember 2019 | 12:00 WIB
Jogja di malam hari. (Rahmad Azhar/National Geographic Indonesia)

Hal yang sama dialami oleh Andres Jamal Jardani (40 tahun) yang biasa dipanggil Jalal. Dia memutuskan berhenti menjadi supir truk bus lintas provinsi beberapa tahun lalu. Dia dan istrinya memutuskan untuk memulai usaha membuat stik bawang dan keripik pangsit. Dengan wawasan dan pengetahuan yang terbatas, Jalal mulai menjual produknya ke warung-warung. Beruntunglah akhirnya bertemu dengan Sukmawati, pemilik toko kelontong SRC yang memberikan banyak masukan dari mulai rasa sampai kemasannya.

“Ketika mencoba memasarkan produk ke Pojok Lokal toko kelontong SRC Sukma, saya diberikan masukan sampai berkali-kali, mulai dari rasanya yang kurang gurih, teksturnya terlalu keras, sampai kemasannya harus diperbaiki agar lebih bagus. Setelah melakukan uji coba beberapa kali, akhirnya rasa stik bawangnya sudah pas, teksturnya juga tidak terlalu keras dan kemasannya pun diganti dengan yang bisa dibuka dan ditutup kembali,” ujarnya.

Perubahan yang terjadi kemudian, cukup mengejutkan. Sebelum memasarkan produknya di Pojok Lokal, Pak Jalal menghabiskan tujuh kilogram tepung terigu per minggu sebagai bahan baku membuat stik bawang dan keripik pangsit. Namun, sekarang, seiring meningkatnya permintaan, dia bisa menghabiskan 50 kilogram tepung terigu per minggu. “Saya akan terus belajar untuk menambah varian produk saya sehingga bisa lebih berkembang lagi”, tambahnya.

Kepedulian SRC kepada pengusaha UKM merupakan sebuah komitmen yang terus dijalankan dengan kesadaran bahwa UKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia. Oleh karena itu di setiap toko kelontong jaringan SRC, selalu tersedia Pojok Lokal, tempat untuk menaruh dan memasarkan produk UKM warga yang tinggal di sekitar toko kelontong SRC. Kehadiran Pojok Lokal membantu pengusaha UKM yang selama ini kesulitan dalam memasarkan produknya karena tidak memiliki jaringan dan wawasan tentang kewirausahaan. Pengusaha UKM dan para pemilik toko kelontong diberikan wawasan serta pendampingan secara terus menerus agar bisa bersaing di era digital dan memiliki bisnis yang berkelanjutan.

Toko kelontong masa kini, SRC “Rukun” di kawasan Parangtritis terlihat rapi, bersih dan terang. (Adzhahri Ahmad)

Pemilik toko kelontong yang bergabung dengan SRC, diberikan program pembinaan agar berubah menjadi toko kelontong masa kini yang Rapi Bersih dan Terang (RBT). Sukmawati (55 tahun), salah seorang pemilik toko kelontong yang bergabung dengan komunitas SRC mengaku mendapatkan banyak manfaat, karena mendapatkan pendampingan terus menerus dari tim SRC di lapangan.

“Saya awalnya takut bergabung dengan SRC karena belum mengerti apa itu SRC. Ternyata, manfaatnya banyak sekali. Saya diajari bagaimana menata produk supaya terlihat lebih bagus di mata konsumen, lalu diajari untuk membuat toko saya menjadi lebih rapi, bersih dan terang”, ujar Sukma.

Perubahan demi perubahan dilakukannya setelah mendapatkan pengetahuan dan wawasan dari tim SRC di lapangan. Bahkan sudah ada aplikasi “Ayo SRC” yang memungkinkan Sukma untuk berkomunikasi dengan toko-toko kelontong jaringan SRC di seluruh Indonesia.

“Setelah bergabung dengan SRC, pendapatan toko kelontong saya meningkat signifikan, lebih banyak konsumen yang datang membeli ke toko saya karena nyaman, bersih dan rapi, bahkan saya menyediakan tempat untuk duduk minum kopi seduh,” tambahnya.

Saat ini Sukma aktif membantu pengusaha UKM yang ingin menaruh produknya di toko, dia memberi masukan tentang rasa dan kemasan produk-produk UKM agar menarik bagi konsumen.

Pojok Lokal, tempat yang disediakan di semua toko kelontong jaringan SRC untuk membantu pengusaha UKM memasarkan produknya. (Adzhahri Ahmad)

Senada dengan hal itu, Purwanto, pemilik toko kelontong SRC “Rukun” di daerah Parangtritis, mengaku sejak bergabung dengan SRC dia mampu memperbesar toko kelontongnya menjadi tiga kali lipat luasnya dari awal memulai usaha.