Nationalgeographic.co.id - Tidak semua orang bisa mengungkapkan emosinya dengan baik. Namun, bagi orang yang mengalami alexithymia, hal ini menjadi suatu hal yang lebih sulit lagi.
Alexithymia adalah ketidakmampuan untuk mengenali dan menyampaikan emosi. Sering dikaitkan dengan gangguan antisosial, kondisi ini sebenarnya memiliki karakteristik yang berbeda. Berikut ulasannya.
Mengapa ada orang yang mengalami alexithymia?
Saat menghadapi pertanyaan, “Bagaimana perasaan Anda?”, Anda mungkin bingung menentukan jawabannya.
Inilah yang dialami oleh orang-orang dengan alexithymia. Meski paham bahwa dirinya tengah merasa senang, mereka tidak tahu cara mengungkapkannya.
Baca Juga: Kisah Para Perempuan Indonesia Pengidap HIV/AIDS yang Hidup dengan Stigma
Alexithymia bukanlah penyakit ataupun gangguan mental. Kondisi ini bersifat subklinis.
Artinya, ciri-cirinya tak bisa disamakan dengan gejala penyakit klinis seperti diabetes, gangguan bipolar, flu, depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD), dan sebagainya.
Meski demikian, alexithymia adalah fenomena psikologis yang tetap diakui keberadaannya.
Kondisi ini sering dikaitkan, bahkan muncul bersamaan dengan gangguan mental seperti depresi, PTSD, autisme, hingga skizofrenia.
Penyebab alexithymia belum dipahami secara pasti. Akan tetapi, para ahli menduga bahwa pemicunya berasal dari faktor genetik, trauma masa kecil, serta penyakit fisik atau mental yang memengaruhi fungsi tertentu pada otak.
Pada sebuah penelitian dalam jurnal Neuropsychologia, kerusakan pada insula anterior otak ternyata memicu gangguan emosi yang mirip dengan alexithymia.
Insula anterior adalah bagian otak yang mengatur perasaan, perhatian, dan kepekaan terhadap rangsangan panca indra.