Kisah Para Difabel di Cibinong Pantang Menyerah Menggapai Impian

By National Geographic Indonesia, Senin, 27 Januari 2020 | 15:24 WIB
Suasana di kelas menjahit. (Feri Latief)

Oleh: Feri Latief

Nationalgeographic.co.id - Yulianti, 23 tahun, terlihat aktif membongkar Central Processing Unit (CPU) komputer, ia lalu memasang memori, setelah itu menghidupkannya. Terdengar bunyi ‘beep’, sebagai tanda komputer yang sebelumnya bermasalah itu kembali bekerja normal. Ia dan teman-temannya tersenyum senang.

Ada yang mengagumkan dari apa yang dikerjakannya, semua dilakukan tanpa menggunakan jari jemari atau telapak tangan. Karena Yuli, begitu panggilan perempuan muda itu, menyandang disabilitas. Organ tubuhnya mengalami pengurangan ekstremitas bagian atas (upper limb reduction). Tangannya hanya sebatas siku, tanpa lengan, telapak tangan dan jari jemari.

Baca Juga: Potret Keseharian Suku Aymara yang Kerap Dianggap Sebagai Cerita Rakyat

Yuli, asal Bogor, bergabung dengan seratusan anak muda penyandang disabilitas lainnya yang berasal dari seluruh Indonesia untuk mengikuti pelatihan kerja di Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Kementerian Sosial di Cibinong Bogor, Jawa Barat.

Selama sepuluh bulan, mereka dilatih untuk siap memasuki dunia kerja. Pengetahuan mereka diasah, mental mereka digembleng. Karena lembaga itu bukan hanya melatih ketrampilan tapi juga bimbingan mental dan konseling. 

Seperti yang disampaikan Rachmad Azzam, instruktur di kelas desain grafis.

“Di balai ini tidak hanya dibekali keterampilan teknis, tapi juga soft skill. Yaitu pelatihan motivasi,” ungkapnya. 

Yulianti, 23 tahun, siswa asal Bogor yang Organ tubuhnya mengalami pengurangan ekstrimitas bagian atas (upper limb reduction). (Feri Latief)

Karena para peserta difabel datang dari berbagai latar belakang dan lingkungan yang belum tentu mendukung motivasinya.

Hal ini diakui oleh Yulianti. Pelatihan motivasi yang membuat para peserta bersemangat membuat dirinya ikut bersemangat.

“Sebelum di sini saya biasa diam di rumah, tak pernah gaul juga. Mungkin karena saya minder juga. Setelah di sini saya pede (percaya diri)," jelasnya berbinar.