Obituari Profesor Gondomono, Sang Pemantik Kajian Budaya Tionghoa

By Agni Malagina, Senin, 3 Februari 2020 | 14:08 WIB
Profesor Gondomono dalam Nabil Award diselenggarakan oleh Yayasan Nabil pada 2013. (Agni Malagina)

Nama Profesor Gondomono tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah Sinologi di Indonesia. Dia merupakan salah satu murid ‘Bapak Sinologi Indonesia’ Tjan Tjoe Som, yang mendorong Gondomono menjadi sinolog sekaligus antropolog terkemuka di bidang penelitian tentang Tionghoa dan kajian mengenai orang Tionghoa  di Universitas Indonesia. Semangatnya mengabdi untuk ilmu pengetahuan dan perkembangan sinologi telah mendorongnya untuk mempelajari kebudayaan Han secara menyeluruh baik ‘kebudayaan agung’ maupun ‘kebudayaan jelata’ untuk memperoleh pengetahuan yang menyeluruh tentang Tionghoa. Baginya, membicarakan suatu masyarakat berarti harus membicarakan kebudayaannya.

Profesor Gondomono lahir di Jakarta pada 29 September 1932. Ia adalah Guru Besar bidang Ilmu Masyarakat dan Kebudayaan Cina di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Gondomono menyelesaikan pendidikan Sarjana di Jurusan Sinologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1962. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya pada jenjang Master di Asian Studies, University of California, Berkeley, Amerika Serikat (1971). Pencapaian tertingginya dalam bidang akademik adalah ketika ia mempertahankan disertasinya dan mendapat gelar Ph.D pada bidang Antropologi di Universitas Berkeley (1991).

Baca Juga: Telisik Awal Sastra Melayu-Tionghoa Lewat Syair Iklan Abad ke-19

Akademisi yang sering disebut sinolog sekaligus antropolog ini berkarir sebagai pengajar dan pendidik di Program Studi Cina, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia diangkat sebagai Guru Besar pada tahun 1997 dengan membawakan naskah pidatonya yang berjudul “Masyarakat dan Kebudayaan Cina”.

Spesialisasinya adalah pada Antropologi Kebudayaan Tionghoa, pengetahuan Masyarakat dan Kebudayaan Tiongkok serta Masyarakat dan Kebudayaan Tionghoa  di Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra UI mulai tahun 1979 sampai dengan 1983. Selain mengajar di Fakultas Sastra UI, ia juga aktif mengajar di Universitas Darma Persada. Pada tahun 1997-2005, ia ‘ketiban sampur’ menjabat sebagai Pembantu Rektor Universitas Darma Persada, sampai kemudian ia didapuk menjadi Pejabat Sementara (Pjs) Rektor Universitas Darma Persada pada tahun 2005-2007. Kontribusinya dalam bidang Antropologi Kebudayaan Tionghoa  dan kebudayaan masyarakat Tionghoa di Indonesia tidak dapat diabaikan. Karyanya menjadi salah satu pemerkaya khasanah studi Tionghoa di Indonesia.

Baca Juga: Perlombaan Panjat Pinang Berakar dari Tradisi Pecinan Nusantara

Profesor Gondomono bersama putra tunggalnya, Ananta. (Agni Malagina)

Gondomono bin R. Tjokrodjojo telah berpulang pada hari Rabu, tanggal 29 Januari 2020 yang lalu di usianya yang ke 87 tahun.

Ia pernah berpesan, “Sinologi dan kajian orang Tionghoa di Indonesia merupakan kajian yang luas dan saling terkait. Independensi keduanya tidak dapat dikotakkan begitu saja. Keduanya seharusnya dipelajari. Keduanya berbeda, namun kajian tersebut akan saling melengkapi.”

Lebih lanjut ia menyatakan bahwa Bangsa Han memiliki kontribusi cukup banyak terhadap perkembangan budaya di Nusantara. Proses silang budaya terjadi jauh sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa di kepualauan Nusantara. “Perlahan budaya Bangsa Han melebur dengan budaya lokal. Banyak yang mereka sumbangkan. Kontribusi Tionghoa bukan menjadi yang terbesar jika dibandingkan dengan pengaruh India dan Arab. Namun harus diakui bahwa mereka turut memberi warna dalam sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia,” ujar Gondomono beberapa tahun silam.

Baca Juga: Rumah Bheley, Rumah Berlanggam Paduan Madura Cina di Bangkalan

Profesor Gondomono bersama istri, Ibu Restati, yang lebih dahulu wafat pada Maret 2010. (Keluarga Gondomono)