Bisakah Virus Corona Menyebar dalam Pesawat? Ini Penjelasan Peneliti

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 6 Februari 2020 | 10:55 WIB
Ilustrasi kabin pesawat. (Thinkstock)

Nationalgeographic.co.id - Dunia sedang digemparkan dengan merebaknya virus corona yang berawal dari Wuhan, Tiongkok. Kini, penyebarannya telah mencapai 24 negara di seluruh dunia seperti Amerika Serikat, Taiwan, dan Thailand.

Sejumlah bandara-bandara besar pun melakukan pengecekkan ketat pada penumpang dan calon penumpang untuk pesawat yang tiba dan akan mendarat di Tiongkok. Beberapa maskapai bahkan membatalkan penerbangan mereka.

Secara umum, pencegahan penyakit pernapasan dapat dihindari dengan menjauhi kumpulan orang banyak, dan menggunakan masker. Karena jika ada yang bersin atau batuk, dan menyipratkan lendir, air liur, atau cairan tubuh lainnya pada orang lain, seseorang akan terkena infeksinya juga.

Baca Juga: Apakah Masker Bedah Efektif Mencegah Penularan Virus Flu?

Namun, bagaimana jika bersin atau batuk yang menyebarkan penyakit pernapasan berada di dalam kabin pesawat? Cipratan cairan tersebut tidak dipengaruhi udara yang melintas dalam satu ruang, tapi akan jatuh pada tempat yang cukup dekat dari tempat asalnya.

Emily Landon, Direktur Medis Anti-Mikroba dan Pengendalian Infeksi di Universitas Kesehatan Chicago mendefinisikan bahwa paparan penyebaran infeksi penyakit pernapasan yang berada dalam jarak enam kaki dari orang terinfeksi, bisa bertahan selama 10 menit atau lebih.

"Waktu dan jarak itu penting," ujar Landon. 

Coronavirus yang menjadi infeksi penyakit pernapasan dari Cina. ()

Penyakit pernapasan seperti virus corona juga dapat menyebar melalui permukaan yang terkena terpaan infeksi terdekat. Jika di dalam pesawat, bisa seperti kursi pesawat dan nampan makanan. Berapa lama infeksi tersebut bertahan bergantung pada cairan terinfeksi dan permukaannya.

Virus dapat bervariasi dalam jangka berapa lama ia bertahan. Ada beberapa bukti bahwa virus pernapasan dapat ditularkan melalui udara dengan bentuk partikel kecil yang disebut aerosol. Namun, menurut Arnold Monto, profesor Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat Global di Universitas Michigan, penularan tersebut bukanlah mekanisme utama.

"Supaya berlanjut, untuk memungkinkan aerosol, virus harus bisa bertahan hidup dalam waktu yang lama jika terpapar situasi yang kering", tambah Arnold. Virus bisa bertahan hidup lebih lama dan memungkinkan di tempat yang lembap, dan banyak yang memudar jika dibiarkan di tempat kering terlalu lama.

Pada penerbangan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahwa dampak tertular penyakit atau virus pernapasan bisa terkena bila ada pada 2 baris kursi dari yang mengidapnya.

Namun penumpang di dalam pesawat tidak hanya berdiam diri dalam kabin. Penumpang bisa merenggangkan badan hingga pergi ke toilet. Pada suatu kasus di tahun 2003, sebelum coronavirus, seorang penumpang yang mengidap sindrom pernapasan akut (SARS), dalam penerbangan Hong Kong menuju Beijing mampu mengnularkan penyakit pada penumpang lainnya di luar batas yang disampaikan WHO.

Baca Juga: Tak Hanya Pemanasan Global, Hal Ini Sebabkan Gletser Greenland Mencair

Menurut pengamatan Maia Majumder, anggota Rumah Sakit Anak Boston dan Sekolah Kedokteran Harvard, pada tahap penyebarannya, coronavirus menujukkan tingkat reproduksinya baru mulai 2,0 hingga 3,1 orang. Angkat tersebut membuktikan angka reprodusinya lebih tinggi daripada Influenza (1,3 hingga 1,8), tetapi memiliki tingkat yang sama dengan SARS.

Dengan kata lain, coronavirus lebih rentan menyebar di antara masyarakat.

Arnold menyarankan bahwa langkah kesehatan masyarakat untuk mencuci tangan dan mengurangi kontak pada pengidap penyakit, dapat membuat perbedaan dalam membalikkan gelombang terhadap coronavirus, seperti yang mereka lakukan dengan SARS.

"Dengan influenza, kami memiliki vaksin, beberapa antivirus. Tapi kami tidak memilikinya untuk coronavirus ini" kata Arnold.