Temple Grandin, Ilmuwan Perempuan yang Ciptakan Alat Terapi Autis

By Fikri Muhammad, Senin, 2 Maret 2020 | 11:34 WIB
Temple Grandin with Cows ()

Apa yang dilakukan Grandin mirip dengan serial animasi Nickelodeon bertajuk The Wild Thornberrys, di mana seorang anak perempuan mampu berbicara kepada seperti simpanse peliharaanya.

Cara Grandin memahami hewan adalah saat melihat proses peras susu sapi. Sapi-sapi tersebut berada di sebuah kandang sempit yang berbentuk tiang besi berongga yang menghimpit. Karena posisi terjepit itu, para sapi justru menjadi tenang karena terhindar dari suara bising dan gerakan-gerakan yang tak terduga.

Melihat fenomena tersebut, Grandin mencoba apa yang dilakukan para sapi. Ia masuk ke kandang sapi perah yang terhimpit. Secara natural, Grandin langsung memahami bahwa dirinya sama seperti sapi-sapi tersebut. Ia tidak bisa berada dalam keadaan ramai dan dengan himpitan dirinya merasa tenang dari stres.

Akhirnya ia mencoba menciptakan alat serupa yang fungsinya mirip dengan kandang sapi perah. Alat itu kemudian dinamakan dengan mesin tekan “squeeze machine”.

Alat itu terbuat dari bahan kayu. Posisinya berbentuk balok dan di tambah seutas tali. Orang yang menggunakanya akan berada pada posisi tengkurap layaknya seperti seekor sapi.

Squeeze machine ()

Saat dirinya dalam keadaan tertekan atau gelisah. Grandin cukup menarik tali. Sehingga kayu yang berada di sisi kanan dan kirinya bisa menghimpit badan Grandin. Dalam adegan film, alat tersebut berhasil menenangkan Grandin yang gelisah saat dirinya tidak nyaman.

Lantas, mengapa penyandang autis bisa memiliki kesamaan dengan sapi perah? Grandin menyampaikan mereka berdua memiliki petunjuk visual yang sama untuk menavigasi dunia mereka.

“Hewan adalah pemikir sensorik. Mereka berpikir dalam gambar, juga dalam bau dan suara,” kata Grandin di Dailymail dalam Detik Senin (2/4/2012).

Alasan lainya adalah karena pennyandang autis terpengaruh karena adanya sentuhan. Dalam tulisan Grandin di Calming Effects of Deep Touch Pressure in Patients with Autistic Disorder, College Students, and Animals dijelaskan bahwa tekanan sentuhan ringan atau menggelitik seperti lalat yang menempel pada sapi justru membuat sapi bereaksi seperti menendang. Sementara, sentuhan kuat para pengembala justru menenangkanya.

Selain itu, Grandin yang mengutip Barnard dan Brazelton (1990) menceritakan bahwa tekanan sentuhan dapat memberikan efek menenangkan pada anak-anak dengan gangguan kejiwaan.

Sampai saat ini, squeeze machine masih diperual belikan seperti yang dijual oleh Therafin Corporation seharga $4525 dengan ukuran tinggi 60 inci, panjang 60 inci dan lebar 32 inci.

Baca Juga: Asal Usul Resolusi Tahun Baru, Dilakukan Sejak Ribuan Tahun Lalu

Namun, terlepas dari kesuksesan yang Grandin peroleh sebagai penyandang autis, nyatanya ia juga pernah menghadapi diskriminasi gender pada 1970-an di Industri ternak Midweset, Amerika Serikat. Saat itu, ia mendapatkan seksime dan bullying. Bahkan ia pernah menjumpai mobilnya tertutup testis dan darah banteng.

“Banyak koboi yang ingin saya pergi karena mereka mengatakan istrinya tidak suka saya berada di sana. Namun, karena saya autis, saya tidak menangkap hal-hal sosial. Saya tidak melihat ketidaksukaan mereka terhadap saya. Saya hanya ingin bekerja. Jadi, selama bisa melakukanya dan saya senang,” kata Grandin yang sekarang sudah menjadi Proffesor di Colorado State University.

Meski begitu, diskriminasi gender atau autisme tak membuat Grandin kerdil. Dalam Konferensi TEDx pada 2011 silam, ia menyatakan bahwa autisme yang dimilikinya bukanlah kecacatan melainkan sebuah hadiah. Ia menambahkan bahwa otak manusia bekerja dengan cara yang berbeda-beda.